Kompas TV internasional kompas dunia

"A Better World Is Possible", Full Pidato SBY di Universitas Kebangsaan Malaysia

Kompas.tv - 17 Agustus 2022, 11:05 WIB
a-better-world-is-possible-full-pidato-sby-di-universitas-kebangsaan-malaysia
Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpidato dalam kuliah umum Universitas Kebangsaan Malaysia, Selasa (16/8/2022). (Sumber: Twitter Universitas Kebangsaan Malaysia)
Penulis : Rofi Ali Majid | Editor : Iman Firdaus

Semua tadi adalah situasi suram yang sedang kita hadapi, serupa dengan krisis di masa lalu. Terakhir kali kita mengalami krisis ekonomi dalam skala global seperti itu pada 2008, ketika krisis keuangan global meletus.

Krisis ini menyebabkan kerugian lebih dari 2 triliun dolar AS dari ekonomi global. Itu menyebabkan kerugian besar, resesi yang diikuti oleh krisis hutang di Eropa.

Saat itu, saya sudah empat tahun menjalani masa jabatan pertama saya sebagai Presiden Indonesia. Saya langsung  merespon dengan mengatur pengeluaran pemerintah dalam negeri, menjaga kebijakan moneter kita dengan hati-hati, dan menyampaikan pesan untuk mencegah PHK besar-besaran oleh perusahaan-perusahaan.

Itu adalah saat yang sulit, tetapi alhamdulillah, meskipun ada krisis keuangan global, ekonomi indonesia terus tumbuh sekitar enam persen. Kami mampu meminimalkan dampak krisis ekonomi global.

Respon lain indonesia adalah di kancah internasional, membentuk ulang G20 sebagai instrumen untuk mengelola ekonomi global. Ini adalah tantangan yang sangat sulit. Jelas ada pengakuan bahwa lanskap ekonomi dunia telah berubah. G7 sendiri, tidak dapat membuat semua keputusan ekonomi untuk seluruh dunia.

Saya pribadi mendorong keras untuk opsi G20, bukan G8 plus, G13, atau kelompok lainnya. Alhamdulillah, pada akhirnya opsi G20 disetujui, kebijakan G20 akhirnya membantu menyembuhkan resesi global dan menghindari depresi global.

G20 memfasilitasi kerja sama global strategis pada saat kritis, di mana itu sangat dibutuhkan, sekaligus menunjukkan apa yang bisa dicapai ketika 20 ekonomi terbesar, yang terdiri dari negara maju dan berkembang, bekerja sama dengan tingkat kepercayaan yang baik untuk tujuan bersama.

Inilah yang hilang saat ini, berbeda dengan 2008, G20 terpecah dan diliputi dalam situasi konfrontasi. 

Dengan cara sanksi, perang ekonomi, massa sedang terbelah, nafsu untuk kerjasama rendah, proses dialog berlangsung kaku penuh ketidakpercayaan, diliputi kebencian. Hari ini jauh lebih sulit untuk menemukan kesepakatan, jauh lebih sulit untuk bekerja sama.

Tuan dan nyonya,

Saya telah menyebutkan keamanan geopolitik, pandemi, ekonomi dan kesetaraan.

Saya sekarang ingin berbicara tentang masalah kritis zaman ini, yaitu perubahan iklim. Bahaya terbesar bagi umat manusia adalah apakah generasi masa depan lebih baik atau tidak. Generasi masa depan berarti generasi pelajar.

Generasi anak-anak Anda akan hidup di dunia mendidih yang akan naik empat derajat celsius, lebih panas dibanding masa pra-industri. 

Empat derajat dunia akan menjadi bencana besar bagi umat manusia, itu akan membawa kerusakan yang tak terbayangkan untuk industri pertanian, infrastruktur, kesehatan dan keanekaragaman hayati. Pada dasarnya, semua planet bumi kita akan menjadi tidak layak huni.

Seperti yang Anda semua tahu, pada 2015, komunitas internasional menandatangani perjanjian iklim di Paris. Saya secara pribadi terlibat dalam momen bersejarah itu, Paris Climate Conference, dalam kapasitas saya sebagai Presiden Global Green Growth Institute. 

Dalam perjanjian bersejarah ini, semua negara sepakat menetapkan target yang akan membatasi kenaikan suhu suhu air hingga 1,5 derajat celsius atau lebih rendah. Dunia akan tetap lebih panas, tentu saja, tetapi akan dapat ditinggali dan dikelola.

Komunitas internasional harus mencapai net zero world pada pertengahan abad ini. Menurut para ilmuwan, untuk mencapai semua itu, kita harus memangkas separuh emisi global pada dekade depan, lalu memngurangi setengahnya lagi pada dekade berikutnya, dan setengahnya lagi pada dekade berikutnya atau tahun 2050.

Ini akan menjadi upaya besar yang belum pernah dilakukan oleh komunitas bangsa-bangsa sebelumnya. 

Setiap negara perlu menjadi bagian dari upaya global ini dan semua orang perlu mengubah pola pikir mereka.

Tuan dan nyonya, 

Ada banyak perdebatan dan ketidaksepakatan tentang hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan serta pemerataan.

Saya percaya, sangat mungkin untuk mengembangkan model yang akan memberi keberlanjutan, pertumbuhan dan pemerataan. Saya akan menyebut model ini sebagai sustainable growth with equity.

Saya percaya ini adalah resep yang tepat untuk mencapai apa yang PBB sebut sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Pemerataan sangat penting karena ini tentang keadilan, ini adalah tentang keadilan.

Pertumbuhan ekonomi dan keadilan yang saling memperkuat, dan partisipasi pelaku ekonomi dalam suatu yang inklusif dan komprehensif, akan meningkatkan keadilan dan kesinambungan pertumbuhan, juga mengurangi ketidaksetaraan dan gap pembangunan, seperti tujuan keseimbangan ekonomi sosial dan lingkungan.

Untuk mencapainya, kita memerlukan perubahan yang transformasional, tidak hanya inkrimental. Hal ini dapat dicapai jika negara-negara, komunitas, pengusaha, dan individu, mengadopsi transisi hijau secara ambisius, yang akan mendekarbonisasi ekonomi dan cara hidup mereka.

Ada banyak penelitian yang membuktikan bahwa negara-negara dapat mencapai transisi hijau dan mencatat pertumbuhan tinggi pada saat yang sama.

Green ekonomi menghasilkan lebih banyak pekerjaan, pekerjaan yang lebih baik, di mana berarti lebih banyak kesetaraan bagi masyarakat kita.

Kuncinya adalah politik kemauan dan kapasitas untuk merangkul transisi menuju negara-negara masa depan yang bebas karbon dan masa depan net zero.

Negara yang merangkul sejak awal, saya tegaskan, negara-negara yang merangkul sejak awal akan memetik manfaat lebih awal dan lebih cepat. Sementara negara-negara yang mengabaikannya, bakal mendapati diri mereka tertinggal di belakang.

Tuan dan nyonya,

Saya sangat khawatir tentang arah dari perang Ukraina. Tampaknya tidak ada persatuan global yang menghentikan perang ini.

Jika situasinya berlanjut dan tidak ada kekuatan eksternal yang dapat menghentikan permusuhan ini, saya takut akan muncul perang total, Perang Dunia III, sekali lagi, Perang Dunia III.

Dalam pandangan saya, dunia, dalam hal ini pemimpin dunia, harus peduli dan bertindak. Namun, tindakan itu tak boleh menempatkan dunia dalam keadaan berbahaya.

Seperti bagi saya, sebagai seorang mantan pemimpin, saya juga mencoba melakukan sesuatu, mengirim surat ke Club de Madrid, sekelompok mantan presiden dan perdana menteri demokratis, untuk bekerja sama mencari solusi masalah dunia.

Saya senang, Club de Madrid merespon proposal saya secara positif. Sebenarnya, kerangka kerja yang lebih besar untuk mencegah krisis dunia diperlukan, terutama terkait dengan geopolitik dan keamanan internasional.

Tampaknya, kita harus kembali ke hal dasar, kembali ke dasar, dan resolusi konflik rusia-barat, solusi yang akhirnya dapat diterima oleh kedua belah pihak yang terjebak dalam permusuhan hari ini.

Terlepas dari semua konflik yang sudah sebutkan, terlepas dari konflik di seluruh dunia, meskipun ada situasi mematikan, selalu ada harapan, perdamaian selalu mungkin, Anda hanya perlu bersabar dan teruslah bekerja. 

Ini yang terjadi di Aceh pada masa kepresidenan saya. Aceh adalah provinsi di indonesia yang telah dibebani okonflik berlarut sepanjang 30 tahun. Sebelum tahun 2004, kami mencoba pembicaraan damai, masing-masing gagal. 

Kami mencoba tindakan militer, tetapi itu tidak menyelesaikan masalah. Situasinya justru kian memburuk ketika jumlah korban jiwa meningkat.

Namun, saya tetap percaya akan perlunya perdamaian. Setelah tsunami mematikan pada 2004, kami bertemu pemerintah baru dengan format negosiasi baru.

Pada pertengahan 2005, setelah beberapa negosiasi yang sangat sulit, tetapi dengan menjaga itikad baik, pemerintah Indonesia dan GAM akhirnya bersepakat menandatangani penyelesaian politik permanen secara damai, berdasarkan otonomi khusus untuk Aceh. Itu dibangun dengan perdamaian.

Kedamaian terjaga hingga hari ini, mantan kombatan telah menjadi teman dan tetangga. Jika kita tidak percaya pada nilai perdamaian dan melakukan kampanye militer sebagai gantinya, Aceh hingga saat ini pasti masih dilanda perang.

Pelajaran yang dipetik adalah kita harus tetap percaya dan mendedikasikan diri untuk perdamaian, percaya bahwa selalu ada cahaya di ujung lorong, tidak peduli berapa panjang lorong itu, tuan dan nyonya.

Baca Juga: SBY dan AHY Tak Hadiri Upacara HUT ke-77 RI di Istana Negara, Ini Alasannya

Seperti untuk kita di Asia Tenggara, naif untuk mengharapkan kawasan kita akan benar-benar steril dari perkembangan baru-baru ini.

Pada kenyataannya, di tengah perkembangan baru-baru ini, signifikansi strategis Asia Tenggara menjadi lebih penting. Kita harus mengharapkan upaya negara-negara besar, untuk menarik ASEAN sebagai sebuah kelompok, serta sebagai negara negara, pada arah yang sama. 

10 negara ASEAN sekarang memiliki populasi lebih dari 662 juta jiwa, dengan PDB gabungan 3.2 triliun dolar AS, menjadikannya sebagai ekonomi terbesar kelima di dunia.

Ekonomi tentu saja berhubungan dengan ketahanan diplomatik dan politik, selain juga bisa diterjemahkan sebagai kepercayaan diri dan regionalisme yang lebih kuat.

Sehingga, saya akan mengandaikan bahwa kapasitas ASEAN, untuk menghadapi senapan atau kekuatan besar di wilayah ini, jauh lebih baik dari beberapa dekade lalu.

Namun, resesi geopolitik yang telah terbukti hadir, menjadi tantangan bagi ASEAN tahun ini. 

Bagaimana ASEAN akan merespon, bagaimana kita mencegah atau setidaknya meminimalkan persaingan kekuatan besar di wilayah kita, dapatkah kita membuat mereka setidaknya bekerja sama di Asia Tenggara?

Bagaimana ASEAN dapat tetap berada sebagai pengendali di wilayah kita sendiri? Bagaimana kita memanfaatkan berbagai arsitektur regional, untuk memastikan stabilitas perdamaian dan kerjasama di dalam dan luar Asia Tenggara>

Ini bukanlah pertanyaan yang mudah, tetapi ini tentu pertanyaan yang harus dihadapi oleh para pemimpin ASEAN  dengan dan memberikan beberapa jawaban ketika mereka bertemu pada akhir tahun ini.

Tuan dan nyonya,

Sebagai penutup, saya telah menunjukkan bahwa dunia tempat kita hidup saat ini menghadapi semua tantangan kompleks ini: resesi geopolitik, masalah keamanan internasional, masalah ekonomi dan berbagai komplikasi lingkungan.

Namun, sebagai mantan kepala negara dan kepala pemerintahan, saya selalu percaya dunia yang lebih baik sangat mungkin. 

Pesan saya adalah dunia yang lebih baik adalah mungkin, jika semua tantangan itu dapat diatasi, dengan tatanan dunia yang sehat dan adil yang efektif.

Memang, tatanan dunia abad ke-21 yang tahan lama dan damai akan tergantung pada bagaimana kita melawan pola pikir zero-sum yang tidak sehat dari abad ke-19 dan abad ke-20. Di mana kekuatan akan selalu disertai dengan konflik baru dan perang, kita perlu menemukan jalan baru ke depan. 

Saya menyebut agenda ini sebagai pengantar geopolitik kerjasama, di mana kekuatan besar, menengah dan kecil, berinteraksi atas dasar kesamaan mereka, alih-alih perbedaan, dengan pola pikir berwawasan ke depan dan meninggalkan permainan zero sum mereka untuk mendapatkan win-win solution.

Anda tahu, saya sebenarnya tidak keberatan dengan kekuatan besar dan semua kekuatan yang bersaing di wilayah kami. Begitu lama mereka bersaing untuk perdamaian demi kemajuan ekonomi dan kemakmuran bersama.

Ini berarti, kami menyambut mereka tidak untuk saling menolak satu sama lain, tetapi bersaing di wilayah kita dengan cara yang positif, menyebarkan sub-kekuatan mereka untuk melakukan lebih banyak perdagangan, investasi, pertukaran pelajar dan pariwisata serta transfer teknologi,

Kian banyak mereka melakukan ini, kian banyak pula manfaat yang kita dapatkan, kian banyak orang yang menang, dan kian banyak pula kedamaian.

Sebagai kesimpulan, tuan dan nyonya,

Saya ingin mengatakan bahwa untuk mempromosikan politik kerja sama Anda, kita perlu menghindari defisit kepercayaan yang semakin melebar dan mengembangkan kepercayaan strategis antar negara.

Kepercayaan strategis tidak berkembang dalam semalam, mereka tumbuh dari upaya yang memakan waktu, dari pertemuan dan pembicaraan yang tak terhitung jumlahnya.

Dari pengalaman bekerja sama, yang mengarah pada saling pengertian, mereka melibatkan proses yang panjang dan tebal, menerima setiap proses demonstrasi terus-meneru dari niat baik.

Kepercayaan strategis tumbuh dari kepercayaan yang berlanjut, membangun langkah-langkah dan keberhasilan dalam pengelolaan dan penyelesaian konflik.

Selama kita masih membahas bagaimana mencapai apa yang disebut kerjasama geopolitik dunia yang lebih baik, dunia yang lebih baik adalah sangat mungkin.

Terima kasih, 
Wassalamualaikum wr.wb

Baca Juga: Putin Kecam Dominasi AS, Sebut Petualangan Washington di Taiwan Picu Ketidakstabilan Global

 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x