PETALING JAYA, KOMPAS.TV - Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengatur pendanaan politik di Malaysia, akan diajukan ke parlemen Oktober ini, seperti laporan The Star dan Asia News Network, Jumat, (12/8/2022)
"RUU tentang pendanaan politik sedang dalam proses dan kami sedang berupaya untuk menyelesaikannya pada pertemuan Parlemen pada bulan Oktober," kata Menteri di Departemen Perdana Menteri (Parlemen dan Hukum) Wan Junaidi Tuanku Jaafar, Kamis (11/8/2022).
Undang-undang pendanaan politik yang sudah lama ditunggu itu, diusulkan akan menjadi salah satu fokus utama Majelis Rendah Parlemen ketika bertemu pada 26 Oktober, selain dari penetapan Anggaran 2023 dan RUU penting larangan merokok untuk seluruh generasi orang dewasa.
Langkah untuk menyiapkan RUU pendanaan politik sebelum Oktober datang setelah Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob baru-baru ini menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk pengajuannya.
Namun, Datuk Seri Ismail mengatakan apakah undang-undang tersebut dapat siap sebelum pemilihan umum berikutnya, yang akan digelar pada September tahun depan, masih harus dilihat.
Seruan masyarakat sipil untuk undang-undang tentang pendanaan politik semakin keras dalam beberapa bulan terakhir, terutama mengingat beberapa kasus pengadilan tingkat tinggi yang terkait dengan "sumbangan politik".
Meskipun Undang-Undang Pendanaan Politik pertama kali diperdebatkan pada tahun 2016 oleh Komite Permusyawaratan Nasional untuk Pembiayaan Politik, mereka mendapat perlawanan dari beberapa pihak, termasuk dari koalisi oposisi Pakatan Harapan (PH).
Baca Juga: Hari Ini, 55 Tahun Lalu, ASEAN Dibentuk, Berawal dari Konflik Indonesia, Malaysia & Filipina
Komite telah mengajukan 32 rekomendasi untuk mengatasi kurangnya undang-undang tentang pendanaan politik yang transparan, termasuk pembentukan kantor pengawas donasi politik dan larangan donasi tunai dari sumber asing.
Namun, Undang-Undang Sumbangan dan Pengeluaran Politik yang diusulkan tidak sampai ke Parlemen sebelum pemilihan umum 2018
Pada 2019, PH bermaksud mengajukan undang-undang tentang pendanaan politik tetapi tidak dapat melakukannya setelah pemerintahannya runtuh pada Februari tahun berikutnya.
Pada bulan Juli, backbencher (anggota parlemen dan senator yang tidak memiliki tanggung jawab seperti halnya menteri) pemerintah Fadhil Shaari, mengajukan mosi ke Parlemen untuk RUU Anggota Swasta tentang pendanaan politik.
Di antara usulan Fadhil termasuk menyiapkan Dana Pendanaan Politik RM 130 juta, yang akan memenuhi syarat untuk diberikan kepada partai politik jika mereka memperoleh setidaknya 2 persen suara selama pemilihan.
Juga termasuk ketentuan untuk membatasi sumbangan politik hingga RM50.000 dari individu, RM100.000 dari perusahaan dan RM500.000 dari kelompok perusahaan per tahun.
Perusahaan yang terkait dengan pemerintah, termasuk yayasan tertentu, dilarang memberikan kontribusi maupun pendanaan kegiatan politik.
Baca Juga: Kendalikan Pasokan, Malaysia Batasi Harga Minyak Goreng Kemasan 5kg Jadi Rp115.838
Fadhil mengepalai All Parliamentary Group on Political Financing (APPG), mewakili sembilan partai politik di Majelis Rendah.
Saat ini, tidak ada undang-undang untuk mengatur dan memantau dana politik, meskipun ada batasan pengeluaran kampanye oleh para kandidat, RM200,000 untuk pemilu federal dan RM100,000 untuk pemilihan negara bagian.
Sementara itu, ketika ditanya apakah inisiatif untuk mengajukan undang-undang pendanaan politik di Parlemen pada bulan Oktober merupakan bagian dari MOU antara pemerintah dan oposisi tentang reformasi politik, Datuk Seri Wan Junaidi mengatakan "Tidak".
"Ini tidak terkait dengan MOU, tetapi merupakan inisiatif pemerintah di bawah program transparansi, tata kelola, dan akuntabilitas," katanya.
Namun, menteri Wan Junaidi tidak membocorkan rincian undang-undang yang diusulkan, hanya mengatakan dia akan segera mengeluarkan pernyataan pers.
Pemerintah dan oposisi menandatangani MOU tentang transformasi politik dan stabilitas September lalu, membuka jalan bagi bipartisanship bersejarah.
Di antara kesepakatan di bawah MOU adalah Parlemen tidak dapat dibubarkan sebelum 31 Juli tahun ini.
Meskipun tidak ada MOU baru yang akan ditandatangani, Ismail dilaporkan mengatakan pemerintah akan tetap bekerja dengan pihak oposisi demi kepentingan rakyat.
Sumber : Kompas TV/The Star/Asia News Network
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.