MOSKOW, KOMPAS.TV - Rusia mengantongi US$24 miliar atau setara Rp360,5 triliun dari penjualan energi ke China dan India hanya dalam tiga bulan setelah serangannya ke Ukraina.
Ini menunjukkan harga global yang tinggi berakibat membatasi upaya Amerika Serikat (AS) dan Eropa untuk menghukum Presiden Vladimir Putin, seperti diberitakan oleh Bloomberg, Rabu (6/7/2022)
China menghabiskan US$18,9 miliar untuk membeli minyak, gas, dan batu bara Rusia dalam tiga bulan hingga akhir Mei. Angka ini hampir dua kali lipat dari jumlah di tahun sebelumnya, menurut data bea cukai terbaru.
Sementara itu, India mengeluarkan US$5,1 miliar pada periode yang sama, lebih dari lima kali lipat nilai tahun sebelumnya.
Angka itu merupakan tambahan pendapatan Rusia senilai US$13 miliar dari kedua negara dibandingkan dengan bulan yang sama di tahun 2021.
Pengeluaran yang lebih tinggi membantu menebus penurunan pembelian dari AS dan beberapa negara lain, yang menghentikan atau memperlambat pembelian untuk menghukum Rusia atas perang tersebut.
Baca Juga: Analis: Harga Minyak Tinggi, Embargo Energi Rusia dari Uni Eropa Bisa Jadi Bumerang
Larangan telah membuat harga pasokan alternatif melonjak sehingga mendorong inflasi dahsyat yang akibatnya bisa mengancam ekonomi utama jatuh ke dalam resesi.
“China pada dasarnya membeli segala sesuatu yang dapat diekspor Rusia melalui jaringan pipa dan pelabuhan Pasifik,” kata Lauri Myllyvirta, analis utama di Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih, yang telah melacak aliran energi Rusia sejak perang pecah.
"India menjadi pembeli utama kargo dari Atlantik yang tidak diinginkan lagi oleh Eropa," imbuhnya.
Kesenangan Rusia itu sepertinya tidak akan berakhir dalam waktu dekat, mengingat harga energi jauh lebih tinggi daripada saat ini tahun lalu. Bahkan, diskon tajam nan menggiurkan untuk tolok ukur global yang ditawarkan Rusia demi menarik pembeli pun, tetap memberikan pendapatan tambahan bagi negeri beruang merah itu.
Berdasarkan volume, impor China melanjutkan kenaikan yang lambat pada bulan Juni, sementara India mungkin memiliki insentif untuk meningkatkan pembelian lebih jauh dalam beberapa bulan mendatang karena larangan Uni Eropa terhadap minyak Rusia mulai berlaku, kata Myllyvirta.
China dan India masih membuntuti Eropa sebagai blok, dalam hal penjualan keseluruhan energi Rusia tahun ini, menurut penelitian Myllyvirta.
Pembelian Eropa akan terus menyusut, karena larangan impor batu bara dan minyak mulai berlaku. Pun, karena Rusia memotong pasokan gas ke beberapa pembeli Eropa.
Baca Juga: Demi Turunkan Harga Minyak, AS Ekspor Cadangan Minyak Strategisnya ke Eropa dan Asia
Rusia lama menjalin hubungan perdagangan dan strategis dengan China dan India. Selain menawarkan diskon harga yang tinggi, Rusia juga menerima pembayaran dalam mata uang lokal untuk membantu menjaga arus perdagangan ke negara-negara tersebut tetap kuat tahun ini.
China adalah importir energi terbesar di dunia dan memiliki jaringan pipa khusus untuk minyak dan gas Siberia.
Bahkan saat konsumsi energinya dibatasi selama paruh pertama tahun 2022, sebagian karena pembatasan Covid-19, China menghabiskan jauh lebih banyak untuk energi Rusia karena harga yang lebih tinggi dan sedikit peningkatan volume.
Peningkatan pengeluaran India setelah perang Ukraina pecah, jauh lebih dramatis. Lantaran, India tidak berbagi perbatasan darat dengan Rusia dan pelabuhannya biasanya terlalu jauh untuk pengiriman yang hemat biaya.
Selain lonjakan besar dalam minyak dan batu bara, India juga mengimpor tiga kargo gas alam cair Rusia sejak perang dimulai, dibandingkan dengan satu kargo pada periode yang sama tahun lalu, menurut data pelacakan kapal Bloomberg.
"Secara historis, India mengambil sangat sedikit minyak Rusia, tetapi perang di Ukraina dan embargo minyak asal Rusia oleh Uni Eropa menyebabkan penyeimbangan kembali arus perdagangan minyak," kata Wei Cheong Ho, seorang analis Rystad Energy, dalam sebuah catatan penelitian bulan lalu.
Sumber : Kompas TV/Bloomberg
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.