KOLOMBO, KOMPAS.TV - Sri Lanka yang saat ini bangkrut akan mencadangkan sebagian dari pasokan bahan bakarnya yang langka untuk kremasi umat Buddha.
Seperti dilaporkan Straits Times, Rabu (15/6/2022), upacara pemakaman kremasi umat Buddha terganggu selama krisis ekonomi parah yang melanda negara itu.
Negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang itu menghadapi kekurangan makanan, bensin, dan obat-obatan selama berbulan-bulan setelah para pedagang kehabisan uang untuk mengimpor kebutuhan pokok.
Media lokal melaporkan, beberapa pemakaman di luar ibu kota Kolombo membatalkan layanan kremasi setelah kehabisan bahan bakar gas cair, alih-alih menawarkan pemakaman kepada keluarga yang berduka.
Pengiriman gas yang tiba di pelabuhan pada Selasa (14/6) akan dialokasikan ke pemakaman dan industri prioritas lainnya, termasuk sektor pariwisata Sri Lanka yang lesu.
"Kami akan memasok pengguna massal, yaitu hotel, rumah sakit dan krematorium," kata Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe, Selasa (14/6). Ia menambahkan bahwa pengiriman lain diharapkan dalam dua minggu untuk memasok rumah tangga.
Sebagian besar penduduk Sri Lanka beragama Buddha, yang penganutnya secara tradisional dikremasi, sementara minoritas Kristen dan muslim memilih untuk dimakamkan.
Tahun lalu, pemerintah Sri Lanka dihujani kritik pedas karena menangguhkan pemakaman dan memaksa umat muslim negara tersebut untuk mengkremasi jenazah orang yang mereka cintai di bawah aturan pandemi Covid-19.
Baca Juga: Wawancara PM Sri Lanka: Terpaksa Beli Minyak Rusia, Tak Kapok Utang China
Sri Lanka menghadapi inflasi yang merajalela, dan biaya kematian meningkat tajam.
Layanan pemakaman satu hari yang menelan biaya 380.000 rupee atau setara Rp71 juta pada bulan Desember, sekarang meroket lebih dari dua kali lipat. Itu pun belum termasuk biaya krematorium.
Kekurangan bahan bakar yang tak henti-hentinya, berdampak parah pada pembangkit listrik dan transportasi sejak akhir tahun lalu. Pemadaman listrik reguler terjadi di seluruh pulau dan antrian panjang pengendara tampak di luar stasiun pengisian bahan bakar.
PM Wickremesinghe mengatakan, Sri Lanka hanya akan mampu memenuhi 50 persen dari permintaan bahan bakar biasanya selama empat bulan ke depan. Dan mulai bulan Juli, pemerintah akan memberlakukan sistem penjatahan.
Dia menambahkan, delegasi IMF diperkirakan akan mengunjungi negara itu pada Senin pekan depan untuk melanjutkan pembicaraan tentang permintaan Sri Lanka akan dana talangan yang mendesak.
Sri Lanka mengumumkan default pada utang luar negeri sebesar US$51 miliar bulan April lalu, dan pemerintah mengatakan perlu US$6 miliar untuk menjaga perekonomian negara itu tetap bertahan.
Sumber : Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.