Kompas TV internasional kompas dunia

Israel akan Bangun 4.000 Rumah di Wilayah Palestina, Pakar PBB: Ini Sama dengan Kejahatan Perang

Kompas.tv - 7 Mei 2022, 10:54 WIB
israel-akan-bangun-4-000-rumah-di-wilayah-palestina-pakar-pbb-ini-sama-dengan-kejahatan-perang
Arsip - Pemandangan yang menunjukkan permukiman Israel khusus Yahudi, Efrat, di Tepi Barat, wilayah Palestina yang berada di bawah pendudukan, pada Kamis, 10 Maret 2022. (Sumber: AP Photo/Maya Alleruzzo, File)
Penulis : Edy A. Putra | Editor : Fadhilah

TEPI BARAT, KOMPAS.TV – Israel berencana membangun 4.000 unit rumah bagi pemukim-pemukim ilegal di Tepi Barat, wilayah Palestina yang diduduki Israel.

Menteri Dalam Negeri Israel Ayelet Shaked, pendukung setia permukiman ilegal Israel, menulis dalam sebuah cuitan pada Jumat (6/5/2022), komite perencana akan bertemu pada pekan depan untuk meneken pembangunan 4.000 unit rumah tersebut.

Dia menyebut pembangunan tersebut merupakan “hal yang dasar, dibutuhkan, dan nyata.”

Surat kabar Israel, Haaretz, melaporkan Administrasi Sipil, sebuah badan militer Israel, akan menggelar rapat pada Kamis depan untuk meneruskan pembangunan 1.452 unit rumah, dan 2.536 lainnya akan disetujui Menteri Pertahanan Benny Gantz.

Permukiman Israel merupakan kompleks perumahan khusus Yahudi yang dibangun di atas tanah Palestina dan melanggar hukum internasional.

Baca Juga: Penusukan oleh Warga Palestina di Tel Aviv Tewaskan 3 Warga Israel, Polisi Gelar Perburuan Massal

Michael Lynk, pakar hak asasi manusia PBB yang ditugaskan menyelidiki situasi HAM di wilayah Palestina yang diduduki Israel, tahun lalu menyerukan kepada masyarakat internasional untuk menetapkan pembangunan permukiman-permukiman Israel sebagai kejahatan perang.

Statuta Roma yang mendirikan Mahkamah Pidana Internasional (ICC), kata dia, melarang pihak yang menduduki suatu wilayah (occupying power) memindahkan bagian dari populasi sipilnya ke wilayah pendudukan (occupied territory).

Dengan demikian, pembangunan permukiman Israel di wilayah Palestina yang berada di bawah pendudukan, sesuai dengan definisi kejahatan perang menurut Statuta Roma.

"Bagi Israel, permukiman-permukiman ini memiliki dua tujuan yang berkaitan. Satu untuk menjamin wilayah pendudukan akan tetap berada di bawah kontrol Israel selamanya," ungkap Lynk kepada Dewan HAM di Jenewa pada 9 Juli 2021.

"Tujuan kedua adalah untuk memastikan tidak akan pernah ada negara Palestina," imbuhnya.

Baca Juga: Bentrok Warga Palestina dan Israel Kembali Terjadi di Kompleks Masjid Al-Aqsa

"Ini adalah alasan-alasan mengapa masyarakat internasional setuju untuk melarang praktik implantasi pemukim saat disusunnya Konvensi Jenewa Keempat pada 1949 dan Statuta Roma pada 1998," tandas Lynk.

"Dalam laporan saya, saya menyimpulkan, permukiman-permukiman Israel sama dengan kejahatan perang," katanya.

Menurut Al Jazeera, saat ini antara 600.000 dan 750.000 pemukim Israel tinggal di sedikitnya 250 permukiman ilegal di Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur.

Pembangunan permukiman-permukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur terus meluas sejak Israel menduduki wilayah tersebut dalam Perang Timur Tengah 1967.

Jika rencana pembangunan 4.000 unit rumah tersebut disetujui, hal itu akan menjadi yang terbesar sejak Joe Biden menjabat sebagai presiden Amerika Serikat (AS).

Gedung Putih kerap mengatakan menentang perluasan permukiman Israel di wilayah Palestina karena dinilai semakin memperkecil peluang terwujudnya solusi dua negara.

Namun, ironisnya, hal itu tidak menyurutkan bantuan militer yang dikucurkan AS kepada Israel.

AS merupakan penyuplai bantuan militer terbesar bagi Israel. Pada 2020 lalu saja, AS mengucurkan bantuan militer senilai total USD3,8 miliar kepada Israel.

Bantuan tersebut merupakan bagian dari kesepakatan senilai total USD38 miliar selama 10 tahun yang ditandatangani mantan Presiden AS Barack Obama pada 2016.

Baca Juga: Polisi Israel Kembali Serbu Masjid Al-Aqsa, 31 Warga Palestina dan Tiga Jurnalis Terluka

Rencana pembangunan 4.000 unit rumah tersebut juga mengemuka menjelang kunjungan Biden ke Israel yang dijadwalkan pada Juni mendatang.

Issa Amro, aktivis Palestina dan pendiri organisasi nonpemerintah, Youth Against Settlements, mengatakan, persetujuan terhadap pembangunan 4.000 unit rumah baru bermakna akan terjadi, “lebih banyak kekerasan yang dilakukan pemukim-pemukim Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat.”

Selain itu, menurutnya, akan ada lebih banyak “pembatasan dan kebijakan-kebijakan apartheid” yang diterapkan kepada warga Palestina.

“Ini merupakan indikator bahwa Israel melanggar hukum internasional tanpa hukuman dan tanpa akuntabilitas, dan ini menunjukkan bahwa masyarakat internasional menggunakan standar ganda dengan Israel,” ungkap Amro kepada Al Jazeera.

Pada Oktober 2021, Israel juga telah menyetujui pembangunan 3.000 unit rumah bagi pemukim-pemukim ilegal.

Baca Juga: Amnesty International: Israel Terapkan Apartheid terhadap Bangsa Palestina, PBB Harus Beri Sanksi

Pada tahun ini, Amnesty International dan Human Rights Watch menyebut Israel menerapkan kejahatan apartheid terhadap warga Palestina di wilayah pendudukan.

Menurut Amnesty, sejak berdiri pada 1948, Israel telah menerapkan kebijakan untuk mengukuhkan dan mempertahankan “mayoritas demografi Yahudi”.

Selain itu, Israel juga memegang kendali penuh atas tanah dan sumber daya untuk memberi keuntungan bagi warga Yahudi Israel termasuk yang berada di permukiman-permukiman ilegal di wilayah Palestina.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x