Kompas TV internasional kompas dunia

Intel AS Prediksi Rusia Serang Ukraina Rabu Pekan Depan, Dimulai Serangan Udara dan Tembakan Rudal

Kompas.tv - 12 Februari 2022, 13:04 WIB
intel-as-prediksi-rusia-serang-ukraina-rabu-pekan-depan-dimulai-serangan-udara-dan-tembakan-rudal
Ilustrasi. Foto monumen peringatan Perang Dunia Kedua berupa seorang personel Tentara Merah di Stanytsia Luhanska, Luhansk, Ukraina. Para pejabat AS sepakat bahwa Rusia bisa menginvasi Ukraina seawalnya pada pekan depan. (Sumber: Vadim Ghirda/Associated Press)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Gading Persada

WASHINGTON, KOMPAS.TV - Amerika Serikat (AS) semakin gencar menyuarakan prediksi bahwa Rusia akan menginvasi Ukraina sebentar lagi.

Bahkan, sebuah laporan intelejen menduga Vladimir Putin telah mengambil keputusan dan Moskow mengincar hari Rabu (16/2/2022) pada pekan depan untuk memulai serangan.

Sebagaimana diwartakan Associated Press, Sabtu (12/2/2022), laporan intelejen itu disinggung seorang pejabat AS yang enggan diungkap namanya. Alasannya, ia tidak diperkenankan berbicara kepada publik tentang temuan tersebut.

Pejabat itu mengaku tak yakin seberapa definitif laporan tersebut. Namun, laporan itu seiring dengan eskalasi peringatan AS atas invasi Rusia ke Ukraina.

Sementara Gedung Putih mengaku tidak yakin apakah Presiden Vladimir Putin telah mengambil keputusan kendati mereka gencar mengumumkan invasi Rusia mungin sebentar lagi.

Washington merujuk konsentrasi kekuatan tempur udara, darat, dan laut Rusia di dekat perbatasan Ukraina sudah cukup untuk melancarkan invasi kapan saja.

Penasihat keamanan Presiden Joe Biden, Jake Sulliven menyebut, Rusia kemungkinan akan menginvasi Ukraina sebelum Olimpiade Musim Dingin di Beijing berakhir pada 20 Februari mendatang.

Maka dari itu, Sullivan mendesak warga AS di Ukraina segera pergi dari sana, paling lambat 48 jam ke depan. Ia menyebut tentara AS tidak akan mengambil risiko menyelamatkan mereka jika terjebak perang.

Baca Juga: Penasihat Keamanan Biden Minta Warga AS Pergi dari Ukraina, Duga Invasi Rusia Dimulai Pekan Depan

Menurut Sullivan, laporan yang diterimanya menyebut Kremlin akan memulai invasi ke Ukraina melalui serangan udara dan penembakan rudal. Lalu pasukan darat baru akan memasuki negara tersebut.

“Kami tidak dapat mengatakan bahwa keputusan final telah diambil oleh Presiden Putin. Apa yang bisa kami sampaikan adalah, kami memiliki tingkat kekhawatiran yang tinggi berdasarkan apa yang kami lihat di lapangan,” kata Sullivan.

“Seperti yang kami sampaikan sebelumnya, kita sudah di ambang sebuah invasi yang bisa dimulai kapan saja jikalau Vladimir Putin memutuskan untuk memerintahkannya,” imbuhnya.

Sebelumnya, kebanyakan pengamat menduga invasi Rusia tidak akan dimulai sebelum Olimpiade Beijing berakhir. Namun, Sullivan menyebut berbagai indikator intelejen membuat pihaknya memprediksi invasi bisa dimulai lebih cepat.

Peringatan serupa pernah dilontarkan oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken. Ia merupakan pejabat senior AS pertama yang secara terbuka menyebut invasi Rusia bisa dilakukan sebelum Olimpiade Beijing.

“Kami yakin dia (Vladimir Putin) kemungkinan besar akan memberikan perintah final (invasi Ukrina). Itu bisa terjadi sebentar lagi,” pungkas Sullivan.

Walaupun negosiasi tentang Rusia-Ukraina masih buntu, diplomasi tingkat tinggi terus dilakukan belakangan ini. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengunjungi Vladimir Putin lalu bertolak ke Kyiv awal pekan ini.

Baca Juga: Duduk Berjauhan dengan Putin, Macron Ternyata Tolak Tes PCR di Rusia, Khawatir Data DNA Dicuri

Menteri Luar Negeri Inggris Raya Elizabeth Truss kemudian ganti pergi ke Moskow pada Kamis (10/2) lalu. Namun, Menlu Rusia Sergey Lavrov secara terbuka mengaku tak puas atas hasil pertemuan dengan Truss, menyebutnya sebagai “percakapan antara orang tuli dan orang dungu.”

Pada Sabtu (12/2), diplomasi antarpemimpin negara akan kembali dilakukan. Presiden Macron dan Joe Biden dilaporkan akan berbicara dengan Putin hari ini.

Sementara jalur diplomasi ditempuh, negara-negara Eropa melakukan langkah lain untuk mengantisipasi serbuan Rusia. Negara-negara anggota NATO termasuk Inggris Raya, Kanada, Norwegia, dan Denmark telah meminta warga negaranya meninggalkan Ukraina.

Pada Jumat (11/2) kemarin, AS pun dilaporkan menambah konsentrasi pasukan di kawasan Eropa Timur. Pentagon mengirim tambahan 3.000 pasukan ke Polandia. Sebelumnya, 1.700 tentara AS telah ditugaskan di sana.

AS juga mengalihkan 1.000 personel dari Jerman ke Ukraina. AS diketahui memiliki 80.000 pasukan di seantero Eropa dengan pos tugas yang tetap atau berstatus penerjunan rotasional.

Baca Juga: Pertemuan Bilateral Inggris dan Rusia Berlangsung Panas, Saling Serang Hingga Konferensi Pers

Akan tetapi, Presiden Joe Biden menyebut pasukan AS tidak akan terlibat secara langsung apabila perang terbuka terjadi di Ukraina.

Bantahan Rusia: Anglo-Saxon butuh perang

Kementerian Luar Negeri Rusia kembali membantah eskalasi peringatan yang dilontarkan pejabat Washington. Sebelumnya, Kremlin telah berulangkali menyangkal pihaknya menyiapkan invasi.

Juru bicara Kemlu Rusia, Maria Zakharova mengklaim ancaman perang hanyalah imajinasi Anglo-Saxon saja. Anglo-Saxon yang dimaksud Zakharova merupakan istilah untuk merujuk bangsa-bangsa keturunan Inggris Kuno seperti Amerika Serikat, Inggris Raya, dan Kanada.

“Histeria dari Gedung Putih lebih indikatif daripada sebelumnya,” kata Zakharova.

“Bangsa Anglo-Saxon butuh perang. Tidak peduli harganya. Provokasi, misinformasi, dan ancaman adalah metode favorit menyelesaikan masalah mereka sendiri,” lanjutnya.

Adapun Rusia memperkuat konsentrasi pasukan dekat perbatasan Ukraina belakangan ini. Selain menaruh lebih dari 100.000 pasukan darat, Kremlin juga mengirim rudal, pasukan khusus, dan persediaan yang bisa dipakai untuk menyokong perang.

Baca Juga: Hadapi Ancaman Invasi Rusia, Pasukan Militer Ukraina Bersiap di Wilayah Perbatasan

Bahkan pada pekan ini, Rusia mengirimkan enam kapal serbu amfibi ke Laut Hitam, meningkatkan kapabilitas mereka dalam menerjunkan pasukan dari laut.

Sementara pada Kamis (10/2) lalu, Rusia pun menggelar latihan besar-besaran di Belarusia. Latihan ini rencananya digelar sampai akhir pekan depan.

Di lain sisi, Kremlin menuding pengiriman senjata ke Ukraina serta kehadiran NATO di Eropa Timur turut bertanggung jawab atas eskalasi situasi.

Menteri Pertahanan Rusia Sergi Shoigu menyoroti pengiriman pasukan Inggris Raya ke Ukraina baru-baru ini. Ia mempertanyakan untuk apa mereka dikirim dan akan berada di Ukraina berapa lama.

Krisis yang membayangi Rusia-Ukraina saat ini adalah buntut sengketa politik antarkedua negara sejak 2014. Hubungan Rusia-Ukraina menegang usai Presiden Viktor Yanukovych yang bersahabat dengan Kremlin dimakzulkan.

Kemudian, kelompok separatis bermunculan di timur Ukraina. Pasukan Rusia membantu Krimea referendum sebelum menganeksasinya.

Kremlin juga mendukung kelompok separatis yang mengobarkan perang di kawasan Donbass.

Perang terbuka di Ukraina sejak 2014 telah menewaskan lebih dari 14.000 orang. Konflik baru mereda usai Prancis dan Jerman memediasi persetujuan damai pada 2015.

Baca Juga: Rusia dan AS Bentrok di Sidang Dewan Keamanan PBB, Moskow Kecam Sanksi Sepihak Barat


 




Sumber : Associated Press




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x