WASHINGTON, KOMPAS.TV - Presiden Amerika Serikat Joe Biden beberapa waktu terakhir mengancam akan menjatuhkan sanksi yang menghancurkan pada Rusia jika pemimpin Vladimir Putin memberi perintah menyerang Ukraina. Tetapi beberapa perusahaan besar dan kelompok bisnis Amerika Serikat mendesak Gedung Putih dan anggota parlemen untuk berhati-hati, seperti dilansir Straits Times, Rabu, (26/1/2022).
Sebuah kelompok perdagangan yang mewakili Chevron, General Electric dan perusahaan besar AS lainnya yang melakukan bisnis di Rusia meminta Gedung Putih mempertimbangkan untuk mengizinkan mereka memenuhi komitmen, dan mempertimbangkan produk-produk yang bisa dikecualikan saat membuat sanksi apa pun terhadap Rusia.
Pada saat yang sama, perusahaan energi besar mendorong Kongres untuk membatasi ruang lingkup dan kerangka waktu mereka.
"Pemerintahan Biden dan Kongres perlu "mendapatkan perincian yang benar jika mereka harus menindaklanjuti ancaman sanksi," kata Jake Colvin, presiden Dewan Perdagangan Luar Negeri Nasional, hari Senin (24/1/2022).
"Rincian itu harus mencakup pertimbangan pelabuhan yang aman atau periode jeda untuk memungkinkan perusahaan memenuhi kontrak dan kewajiban yang ada, serta pengecualian untuk obat-obatan yang menyelamatkan jiwa dan pertimbangan kemanusiaan lainnya yang konsisten dengan kebijakan luar negeri AS yang sudah berlangsung lama," kata Colvin.
Perusahaan-perusahaan energi juga melobi langsung anggota parlemen AS agar memperjuangkan adanya pengaturan waktu tertentu sehingga aset mereka tidak disita, jika mereka tidak dapat memenuhi perjanjian bisnis di Rusia, kata seorang pembantu kongres seperti dikutip Straits Times.
American Petroleum Institute API, organisasi lobi terbesar AS untuk pengebor minyak dan gas, membahas sanksi terhadap Rusia dengan kantor kongres.
"Sanksi harus ditargetkan semaksimal mungkin untuk membatasi potensi kerugian pada daya saing perusahaan AS," kata juru bicara API.
Sanksi ekspor biasanya bertahap, memberi waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk menghentikan bisnis mereka secara bertahap, atau memastikan kedatangan pengiriman agar sesuai komitmen, kata William Reinsch, mantan pejabat senior Departemen Perdagangan AS.
Namun dalam kasus ini, sanksi kemungkinan akan diterapkan secara tiba-tiba, di tengah krisis, membuat periode penghentian lebih sulit untuk dilaksanakan, katanya.
Baca Juga: Makin Panas di Ukraina, Joe Biden Kini Ancam Putin dengan Sanksi Pribadi
Departemen Keuangan Amerika Serikat di masa lalu telah memberikan beberapa langkah mitigasi atas sanksi keuangan, seperti memberikan izin untuk melindungi pengirim bantuan kemanusiaan dan aliran pengiriman uang pribadi ke Afghanistan meskipun ada sanksi terhadap Taliban yang berkuasa.
Seorang pejabat Departemen Keuangan AS menolak mengomentari langkah-langkah semacam itu mengenai kemungkinan sanksi terhadap Rusia tetapi menambahkan, "Kami siap untuk menimpakan kerugian yang parah bagi ekonomi Rusia sambil meminimalkan limpahan yang tidak diinginkan."
Perusahaan minyak merasakan dampak sanksi AS terhadap beberapa operasi mahal pengeboran Rusia selama bertahun-tahun setelah Putin menginvasi Crimea pada 2014.
Tindakan tersebut memaksa Exxon Mobil keluar dari wilayah Arktik Rusia dan mengakhiri kerjasama perusahaan dengan perusahaan minyak negara Rusia Rosneft, yang menandatangani kesepakatan senilai US$3,2 miliar tahun 2011 untuk mengembangkan wilayah tersebut.
Exxon berpendapat, sanksi secara tidak adil menghukum perusahaan AS sementara membuat perusahaan asing beroperasi di Rusia, yang merupakan salah satu produsen minyak terbesar di dunia.
Sanksi 2014 menghantam proyek minyak dan gas eksplorasi teknologi tinggi Rusia di Arktik, lempeng Siberia, dan laut dalam.
Sanksi baru terhadap Rusia bisa lebih luas cakupannya tetapi juga sulit untuk dilakukan tanpa merusak perusahaan-perusahaan Barat.
Exxon tidak segera menanggapi permintaan komentar tentang lobi apa pun yang dilakukan terhadap potensi sanksi Rusia dan seorang juru bicara Kamar Dagang AS, kelompok lobi terbesar untuk bisnis Amerika, menolak mengomentari topik tersebut.
Perdagangan barang dan jasa AS dengan Rusia diperkirakan mencapai US$34,9 miliar pada 2019, menurut kantor Perwakilan Dagang AS.
Sumber : Kompas TV/Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.