Indonesia dan Cina memiliki hubungan ekonomi dan investasi yang sangat berkembang, dan sejalan dengan politik bebas-aktif, Indonesia tidak akan memihak siapapun dalam konflik yang terjadi di Laut Cina Selatan.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi lebih jauh kepada Reuters mengatakan, Indonesia mulai waspada dengan meningkatnya ketegangan antara dua negara adidaya tersebut, serta dengan militerisasi Laut Cina Selatan.
Dalam wawancara September lalu, seperti diberitakan Reuters, “Kami (Indonesia) tidak ingin terjebak dalam persaingan ini, dan Indonesia ingin menunjukkan kepada semua pihak bahwa Indonesia siap menjadi mitra,”
Terlepas dari kedekatan strategis antara AS dan negara-negara Asia Tenggara dalam mengekang ambisi teritorial Cina, mantan wakil menteri luar negeri Indonesia, Dino Patti Djalal kepada Reuters mengatakan, "Kebijakan Anti-Cina yang sangat agresif" dari Amerika Serikat telah membuat Indonesia dan kawasan menjadi terheran-heran.
Dino mengatakan," Kebijakan AS tersebut dipandang tidak pada tempatnya," selain itu, "Kami tidak mau terjerumus ke dalam kampanye anti-Cina di wilayah. Tentu kami menjaga kedaulatan kami, namun ada keterlibatan ekonomi yang lebih dalam dan Cina saat ini menjadi negara yang paling memberi pengaruh di dunia bagi Indonesia," tutur Dino.
Greg Poling, Analis Asia Tenggara dari Center for Strategic and International Studies yang berbasis di Washington DC mengatakan, upaya AS mendapat hak mendarat bagi pesawat mata-mata mereka adalah contoh dari upaya AS untuk memperdaya namun ceroboh.
"Itu adalah sebuah indikasi sejauh mana orang-orang di pemerintahan AS memahami Indonesia," tutur Greg kepada Reuters. "Apa yang anda lakukan ada batasnya, dan jika menyangkut Indonesia, batasnya adalah -putting boots on the ground- kegiatan tentara asing di wilayah kedaulatan Indonesia,"
Amerika Serikat baru-baru ini mengoperasikan pesawat intai maritim P-8 Poseidon di wilayah Laut Cina Selatan dari basis-basis militer Singapura, Filipina, dan Malaysia.
Cina juga meningkatan intensitas latihan militer tahun ini, sementara AS juga meningkatkan operasi kebebasan bernavigasi di laut, penempatan kapal selam, serta pengawasan maritim.
P-8 Poseidon, dengan radar, kamera dan sensor akustik suara yang canggih telah memetakan kepulauan, permukaan laut, dan alam bawah laut di kawasan Laut Cina Selatan setidaknya selama enam tahun terakhir.
Saat membawa senjata dan peluru kendali, P-8 Poseidon dapat mendeteksi serta menyerang kapal dan kapal selam dari jarak jauh. Ia juga memiliki sistem komunikasi yang memungkinkannya untuk mengendalikan pesawat tak berawak. (Edwin S Bimo)
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.