Melansir blog Runrun It, Rabu (6/10/2021), hustle culture tidak sehebat yang dibayangkan. Menjadi gila kerja sama sekali tidak keren. Budaya ini justru memunculkan efek samping yang berbahaya bahkan mengancam nyawa.
1. Kesehatan mental terancam
Telalu banyak bekerja menyebabkan kesehatan mental memburuk. Mereka yang menerapkan hustle culture sebagai gaya hidup mungkin lebih banyak merasakan kecemasan dan kecenderungan yang lebih besar untuk depresi.
Bukankah tidak sepadan, jika menggadaikan kesehatan mental dengan menerapkan gaya hidup hustle culture?
2. Mengurangi produktivitas
Bekerja secara terus menerus mungkin terkesan memiliki produktivitas yang tinggi. Nyatanya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa bekerja selama berjam-jam justru merusak produktivitas dan kreativitas dalam jangka panjang.
Hustle culture hanya mempromosikan untuk menyelesaikan tugas sebanyak mungkin sehingga kualitas pekerjaan yang dihasilkan menjadi kurang diperhatikan.
3. Hustle culture membunuh
Bekerja secara terus menerus tentu saja berdampak buruk pada kesehatan fisik seseorang. Bayangkan saja, berapa banyak waktu istirahat yang berkurang gegara overworking.
The Guardian pernah melaporkan bahwa seorang jurnalis berusia 31 tahun bernama Miwa Sado meninggal setelah mengalami gagal jantung karena menghabiskan 159 jam untuk lembur.
Baca Juga: Tsundoku, Istilah untuk yang Suka Beli Buku Banyak tapi Tak Pernah Membacanya
Jadi, apakah hustle culture masih terlihat keren? Budaya ini justru harus dihentikan dengan ‘berhenti mengagungkan bahwa bekerja berlebihan itu baik’.
Sumber : Kompas TV/Kompas.com/Runrun It
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.