Severity: Notice
Message: Undefined property: stdClass::$iframe
Filename: libraries/Article_lib.php
Line Number: 241
Backtrace:
File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 241
Function: _error_handler
File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article
File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once
JAKARTA, KOMPAS.TV - Gebyok adalah sebuah ikon rumah Jawa, yang berbentuk ukiran unik dari kayu jati, dan kini memiliki nilai seni yang cukup tinggi.
Gebyok atau partisi pada awalnya merupakan bagian utama dalam sebuah Rumah Adat Kudus atau RAK, yang mana untuk membatasi dunia profan dan sakral.
Perkembangan RAK juga tidak terlepas dari pengaruh budaya Hindu, Buddha, China, Islam, dan sedikit budaya Eropa.
Baca Juga: Modal Bisnis Saat Corona dari Mengutang, Baik atau Tidak?
"Meski gebyok sudah cukup dikenal, belum banyak orang yang tahu asal mula dan perkembangan gebyok sesungguhnya. Dalam sejarahnya, banyak tokoh yang menjadi pelopor dan arsitek dari gebyok, yang menjadi ikon dari rumah Jawa hingga bentuknya sekarang ini, yaitu hasil pengembangan oleh para ahli pertukangan dari masa ke masa, mulai dari Kudus dan Jepara,” ujar Triatmo Doriyanto, penulis dan penggagas buku Gebyok Ikon Rumah Jawa.
Secara filosofi, dapat dikatakan bahwa jika gebyok sebagai partisi atau batas tersebut tidak ada, hal itu dapat mengusik keseimbangan dunia luar yang berelasi dengan sesama manusia dengan dunia dalam.
Hal tersebut terkait dengan ritual keagamaan pemilik atau penghuninya dengan Sang Khalik.
Baca Juga: Begini Suasana Ramadhan di Swedia Saat Wabah Corona
Dalam sejarahnya, disebutkan ada sejumlah tokoh dalam perkembangan gebyok.
Seperti Sun Gin An, yang disebut-sebut pertama kali datang ke Kudus, Jawa Tengah, yang selain menyebarkan agama Islam, juga mengajarkan keterampilan mengukir.
Selanjutnya, Ling Sing atau Kyai Telingsing yang berteman baik dengan Sunan Kudus, yang selanjutnya meneruskan keterampilan ayahnya mengembangkan seni ukir seraya menyebarkan agama Islam di Kudus.
Lalu, Cie Swie Guan, yang mengembangkan seni ukir batu dan membangun Masjid Mantingan di Demak, yang ikut mendasari ornamen gebyok dalam sebuah bangunan.
Serta, seorang tokoh yang disebut pengikut dari Pangeran Diponegoro, yaitu Rogomoyo, yang meneruskan keterampilan seni ukir dan pertukangan di Desa Kaliwungu, Kudus, Jawa Tengah.
Baca Juga: Travel Gelap Angkut Pemudik Asal Jakarta Pakai Jalan Tikus
Seiring perkembangan jaman, gebyok dan Rumah Adat Kudus atau RAK mengalami kemunduran dalam hal keberadaannya hingga terancam punah.
Rumah Adat Kudus yang masih ada saat ini sangat memprihatinkan dan jumlahnya tinggal beberapa unit saja.
Selebihnya, banyak yang sudah diperjualbelikan, baik secara utuh sebagai RAK maupun parsial dalam bentuk sebuah gebyok, hingga ke luar negeri.
Padahal, gebyok sebagai bagian inherennya, tak terpisahkan dengan RAK.
Dengan demikian, RAK berikut dengan gebyok, yang memiliki sejarah panjang sebagai warisan budaya bangsa Indonesia, tentu harus dijaga dan dilestarikan.
Bukan hanya secara fisik bangunan, tetapi juga keahlian pertukangannya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.