Ia menambahkan, penggunaan sumber selulosa dari limbah kelapa sawit dapat menjadi alternatif, dengan menciptakan kawasan ekonomi khusus untuk mempersingkat rantai pasok dan mengurangi dampak lingkungan.
Soemitro Samadikoen, Ketua Umum APTRI, yang mewakili suara para petani tebu menyampaikan keprihatinannya terhadap rencana bioetanol yang berpotensi mengorbankan kebutuhan swasembada gula.
Menurutnya, Perpres 40/2023 tentang Swasembada Gula harus tetap menjadi prioritas.
Baca Juga: Anak Usaha PTPN X, PT Enero Siapkan 1.900 KL Bioetanol Fuel Grade untuk Pertamax Green
“Gula ini harus swasembada dulu. Terlalu riskan kalau dibuat bioetanol tapi gula kita masih impor," ujar Soemitro.
Ia juga menjelaskan, tanaman tebu membutuhkan dukungan infrastruktur, seperti pabrik pengolahan, yang bisa langsung menyerap hasil panen tebu.
Untuk itu, perlu adanya strategi dan peta jalan yang komprehensif guna memastikan keberlanjutan program bioetanol tanpa mengorbankan swasembada gula.
Diskusi ini bertujuan untuk mengeksplorasi opsi-opsi yang memungkinkan optimalisasi bioetanol secara berkelanjutan.
Efendi menegaskan, pemerintah akan mendorong pendekatan terintegrasi dan memastikan target swasembada gula tidak terabaikan.
“Jika gula kita bisa swasembada, bioetanol bisa mengikuti karena yang diambil limbahnya,” ucap Efendi.
Di sisi lain, Refina menekankan, penggunaan energi dari limbah lebih ekonomis dan ramah lingkungan, namun diperlukan modal yang cukup besar untuk realisasinya.
Menurutnya, studi lebih lanjut dan dana yang memadai sangat diperlukan untuk mewujudkan target energi hijau ini.
Diskusi ini merupakan diskusi multi stakeholder pertama yang diselenggarakan oleh The Conversation Indonesia (TCID) dan diikuti oleh lebih dari 200 perwakilan pemerintah, akademisi dan peneliti, CSO, media, asosiasi, pelaku industri, hingga mahasiswa dan masyarakat umum.
Baca Juga: Komisaris Utama Pertamina Apresiasi Inovasi Bioetanol Berbahan Sorgum
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.