JAKARTA, KOMPAS.TV - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (Sekum PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti menanggapi kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengizinkan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan.
Tanggapan terkait tambang untuk ormas keagamaan itu, Abdul Mu`i menegaskan bahwa hal tersebut merupakan wewenang Pemerintah.
“Kemungkinan Ormas Keagamaan mengelola tambang tidak otomatis karena harus memenuhi persyaratan,” kata Mu’ti melalui keterangan tertulisnya, Minggu (2/6/2024).
Baca Juga: PGI Respons Kebijakan Jokowi Beri Ormas Keagamaan Izin Usaha Tambang
Mu’ti juga menegaskan, sampai saat ini tidak ada pembicaraan Pemerintah dengan Muhammadiyah terkait dengan kemungkinan pengelolaan tambang.
“Kalau ada penawaran resmi Pemerintah kepada Muhammadiyah akan dibahas dengan seksama,” jelasnya.
Selain itu, Mu’ti juga menekankan bahwa Muhammadiyah tidak akan tergesa-gesa dan mengukur kemampuan diri.
Agar pengelolaan tambang tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan juga negara.
Diberitakan Kompas.tv sebelumnya, Presiden Jokowi menandatangani aturan yang memungkinkan organisasi keagamaan memiliki izin usaha pertambangan.
Yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Baca Juga: Ormas Keagamaan Bisa Kelola Tambang, Peneliti Singgung Politik Akomodatif dan Balas Budi
Aturan tersebut diteken Jokowi pada 30 Mei 2024. Dalam Pasal 83A Ayat 1 disebutkan, Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.
WIUPK yang bisa ditawarkan kepada badan usaha milik organisasi keagamaan adalah WIUPK yang merupakan eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
"IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri," demikian isi Ayat 3 Pasal 83A dikutip dari salinan aturan tersebut, Jumat (31/5/2024).
Selanjutnya di Ayat 4 disebutkan, kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.
Lalu Badan Usaha tersebut juga dilarang bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan/atau afiliasinya.
"Penawaran WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku," tulis Ayat 6.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada Badan Usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden," lanjut aturan tersebut.
Baca Juga: Revisi PP Minerba, Jokowi Teken Aturan yang Memungkinkan Ormas Keagamaan Kelola Tambang
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.