JAKARTA, KOMPAS.TV - Harga bawang putih masih mencatatkan kenaikan di beberapa wilayah di Indonesia pada Rabu (22/5/2024).
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas) per Rabu pukul 13.00 WIB, harga rata-rata nasional bawang putih bonggol di tingkat pengecer sebesar Rp42.850/kg.
Harga tertinggi tercatat Rp77.460/kg di Papua Pegunungan. Sedangkan harga terendah ada di level Rp37.330/kg di Jawa Timur.
Dari data tersebut, terlihat harga terendah bawang putih saat ini sudah di atas harga acuan pemerintah yang sebesar Rp32.000/kg.
Harga acuan itu terakhir ditetapkan pada 2019. Namun menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), harga acuan tersebut belum jelas. Apakah harga di tingkat produsen, distributor, atau di tingkat konsumen.
Oleh karena itu, KPPU merekomendasikan Bapanas untuk segera menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan Harga Acuan Pembelian (HAP) seperti komoditas lainnya.
Baca Juga: KPPU Ungkap Penyebab Harga Bawang Putih Naik: Kualitas Kurang Bagus, Realisasi Impor Minim
"Perlu segera Bapanas itu menetapkan harga acuan bawang putih, meski ini bukan bahan pokok penting sehingga kita tahu ini kondisi sekarang apakah bawang putih mahal, di atas berapa persen, kita ukur," kata M. Fanshurullah Asa di kantor KPPU, Jakarta, Selasa (21/5/2024).
Ia berujar, bawang putih perlu mempunyai harga acuan seperti beras, gula, telur, dan minyak goreng. Tujuannya, agar pemerintah bisa bergerak cepat saat terjadi ketidakstabilan harga.
Selama ini yang terjadi, sulit mengetahui harga bawang putih melonjak atau turun rendah karena tidak punya harga acuan.
"Jadi meskipun bawang putih ini tidak tergolong komoditas utama, saya rasa perlu ditetapkan," ujarnya, seperti dikutip dari Antara.
KPPU telah memanggil importir untuk menyikapi kenaikan harga bawang putih yang tinggi saat ini. Hal itu bertujuan agar tidak terjadi praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat dalam tata niaga bawang putih.
Baca Juga: KPPU Minta Bapanas Tetapkan Harga Eceran Tertinggi dan Harga Acuan Pembelian Bawang Putih
Anggota KPPU Eugenia Jenny Mardanugraha mengatakan pihaknya mendapat laporan bahwa harga bawang putih tinggi lantaran importir mendapatkan barang dengan kualitas yang kurang baik. Sehingga harus mengeluarkan biaya lebih untuk penyimpanannya.
"Menurut keterangan dari importir bawang putih, impor bawang putih yang ada sekarang bukan bawang putih kualitas baik, sehingga mereka mengeluarkan biaya yang cukup tinggi untuk bisa menyimpan bawang putih tersebut, itu yang menyebabkan harga di pasar tinggi," tutur Jenny pada kesempatan yang sama.
Baca Juga: Pengamat Kritik Impor Beras saat Produksi Surplus, Hubungkan dengan Carut Marut Distribusi Lokal
Ia menerangkan, bawang putih yang diimpor dari China sudah terkena hujan dan basah sehingga saat sampai di Indonesia menjadi menyusut dari segi ukuran.
Importir akhirnya harus melakukan perawatan khusus, sebab bawang putih yang rusak tidak bisa disimpan untuk waktu yang lama.
KPPU juga menyoroti rendahnya realisasi impor bawang putih. Para importir mengaku hal itu terjadi karena Surat Perizinan Impor (SPI) baru diterbitkan pada November-Desember 2023.
Alhasil, realisasi 2024 belum tinggi karena masih ada stok dari tahun sebelumnya.
Baca Juga: Jokowi Mengaku Kaget Dapati Harga Beras dan Bawang di Sulawesi Lebih Murah dari Jawa
"Dari importir pada pertengahan Juni mereka bisa mengimpor bawang putih yang bagus. Di akhir Juni mereka optimis harga bawang putih akan turun," ujar Jenny.
Ia menyatakan KPPU akan terus melakukan observasi apabila harga bawang putih masih berada di atas Rp40.000 pada pertengahan Juni 2024.
Dalam pertemuan tersebut, terdapat usulan agar kebijakan kuota impor bawang putih diganti dengan tarif.
"Kami dari KPPU tentu akan menganalisa apakah dengan perubahan kebijakan itu potensi terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat itu akan berkurang," ucapnya.
Sumber : Kompas.tv, Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.