"Kita perlu atur, kita lihat arus barangnya, kalau ternyata nanti platform digital ini jual barang ilegal, baik seller maupun platformnya, kan bisa kena aturan hukum pidana. Penggelapan atau mendagangkan barang curian atau barang ilegal, itu pidananya keras. Platformnya juga kena UU tentang Kepabeanan," ujarnya.
Baca Juga: Eksploitasi Anak di Live Tiktok, Pengelola Panti Asuhan Jadi Tersangka
Ia menekankan, pihaknya tidak anti investasi asing dan perkembangan teknologi. Tapi perizinannya harus diatur agar memberikan manfaat optimal untuk pelaku usaha dalam negeri.
"Saya bukan anti investasi asing di dalam digital ekonomi itu. Bukan. Jangan dijadikan tafsir itu. Justru kita, pemerintah sedang terus memperbaiki perizinan, memperbaiki kemudahan usaha karena ingin Indonesia itu menjadi negara yang paling atraktif untuk investasi," terangnya.
Selain dengan Kemkominfo, TikTok sebelumnya juga sudah pernah dipanggil KemenkopUKM terkait Prohect S TikTok Shop pada Rabu (26/7/2023). Dalam pertemuan itu, Head of Communications TikTok Indonesia Anggini Setiawan menegaskan, Project S tidak ada di Indonesia.
Project S TikTok Shop pertama kali mencuat di Inggris dan sudah marak dilakukan di banyak negara. Project S TikTok Shop dicurigai menjadi cara TikTok untuk mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara untuk kemudian diproduksi di China. Hal itu tentu saja akan merusak pangsa pasar produk UMKM, karena harga barang dari China biasanya jauh lebih murah.
Dengan Project S, TikTok bisa menjadi social commerce yang memproduksi barang dan menjualnya sendiri.
Baca Juga: Apa Itu Girl Math, Istilah Viral di TikTok yang Jelaskan Cara Perempuan Menghabiskan Uang
"Kami telah memberi keterangan kepada Kementerian Koperasi dan UKM dan ingin meluruskan misinformasi mengenai TikTok Shop yang beredar di media dan secara daring. Tidak benar bahwa kami akan meluncurkan inisiatif lintas batas di Indonesia. Kami tidak berniat untuk menciptakan produk e-commerce sendiri atau menjadi wholesaler yang akan berkompetisi dengan para penjual Indonesia," kata Anggini kepada wartawan.
Ia menyampaikan, pihaknya selalu mematuhi hukum di Indonesia dan menyesuaikan model bisnisnya dengan UMKM di tanah air.
"Kami meyakini bahwa model TikTok Shop yang telah kami sesuaikan dengan pasar Indonesia dapat memberdayakan dan membawa manfaat bagi para penjual lokal, dan kami akan terus menerapkan pendekatan ini," ujarnya.
Anggini mengklaim, penjual di TikTok Shop yang jumlahnya kini mencapai 2 juta seller, 100 persen berasal dari Indonesia. Tidak ada penjual asing. TikTok Shop Indonesia juga telah mengantongi izin dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) lewat penerbitan SIUP 3A PMSE.
Baca Juga: Batik Air Minta Maaf terkait Gitar Rp34,5 Juta Milik Band Soegi Bornean Pecah
Kata dia, TikTok Indonesia juga mendukung revisi dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50 tahun 2020 yang mengatur terkait dengan jual-beli online. Meski revisi Permendag itu nantinya juga akan mengatur jual-beli di TikTok.
"Kami tegas menyatakan 100 persen penjual TikTok memiliki entitas lokal yang terdaftar atau merupakan perusahaan mikro lokal yang verifikasi lewat KTP atau paspor. Kami senantiasa tunduk, patuh dan menghormati segala hukum di Indonesia," ungkapnya.
"Kami percaya penjual RI bisa diberi kebebasan untuk memilih platform mana untuk mengembangkan bisnisnya, tumbuh di Indonesia, begitu pula konsumen. Dengan perlindungan konsumen, maka setiap platform dapat diberikan kesempatan sama," ujarnya.
Sumber : Kompas.com, Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.