Severity: Notice
Message: Undefined property: stdClass::$iframe
Filename: libraries/Article_lib.php
Line Number: 241
Backtrace:
File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 241
Function: _error_handler
File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article
File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once
JAKARTA, KOMPAS.TV – Wabah virus corona atau Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) telah menjadi pandemi di Indonesia dan manca negara bahkan dunia.
Ketua Umum Badan Pusat Pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI), Mardani H Maming mendesak pemerintah untuk meningkatkan upaya pembatasan.
"Dampak terhadap sektor ekonomi tentu tidak dapat dielakkan lagi. pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan akan terkontraksi semakin dalam," kata Maming, seperti keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu (18/3/2020).
Baca Juga: SAH! Karyawan Terima Gaji Tanpa Dipotong Pajak selama 6 Bulan
Untuk itu, mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimatan Selatan ini meminta pemerintah memperhatikan isu-isu yang memerlukan kebijakan khusus.
Isu-isu itu antara lain terkait dengan ketersediaan stok dan pasokan pangan yang akan memengaruhi stabilitas harga pangan, pembatasan perjalanan dan mobilitas pekerja yang mempengaruhi sektor pariwisata serta transportasi, disrupsi produksi, distribusi, dan rantai pasok yang memengaruhi kinerja sektor manufaktur serta turunannya.
Selain itu, lanjut Maming, kejatuhan harga minyak dunia akibat pelemahan permintaan dan perang harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia.
"Untuk menjaga agar sektor riil tetap bergerak serta menjaga daya beli masyarakat demi mendorong kinerja ekonomi domestik, pemerintah kembali mengeluarkan stimulus ekonomi yaitu stimulus fiskal," ucapnya.
Maming menjabarkan, stimulus fiskal dalam rangka penanganan COVID-19 itu yakni relaksasi pajak penghasilan (PPh) pasal 21.
Baca Juga: Batas Waktu Lapor Pajak Diperpanjang Hingga 30 April
Relaksasi diberikan melalui skema PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 100 persen atas penghasilan dari pekerja dengan besaran sampai dengan Rp 200 juta pada sektor industri pengolahan (termasuk Kemudahan Impor Tujuan Ekspor/KITE dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor–Industri Kecil dan Menengah/KITE IKM).
"PPh DTP diberikan selama enam bulan, terhitung mulai April hingga September 2020. Nilai besaran yang ditanggung pemerintah sebesar Rp 8,60 triliun. Diharapkan para pekerja di sektor industri pengolahan tersebut mendapatkan tambahan penghasilan untuk mempertahankan daya beli," tuturnya.
Adapun mengenai relaksasi PPh Pasal 22 Impor, relaksasi diberikan melalui skema pembebasan PPh Pasal 22 Impor kepada 19 sektor tertentu, wajib pajak KITE, dan wajib pajak KITE IKM.
"Pembebasan PPh Pasal 22 Impor diberikan selama enam bulan terhitung mulai April hingga September 2020 dengan total perkiraan pembebasan sebesar Rp 8,15 triliun. Kebijakan ini ditempuh sebagai upaya memberikan ruang cashflow bagi industri sebagai kompensasi switching cost atau biaya sehubungan perubahan negara asal impor," katanya.
Selanjutnya yaitu relaksasi PPh Pasal 25, di mana relaksasi ini diberikan melalui skema pengurangan PPh ppPasal 25 sebesar 30 persen kepada 19 sektor tertentu, wajib pajak KITE, dan wajib pajak KITE-IKM selama enam bulan terhitung mulai April hingga September 2020 dengan total perkiraan pengurangan sebesar Rp 4,2 triliun.
"Sebagaimana halnya relaksasi PPh Pasal 22 Impor, melalui kebijakan ini diharapkan industri memperoleh ruang cashflow sebagai kompensasi switching cost atau biaya sehubungan perubahan negara asal impor dan negara tujuan ekspor. Selain itu, dengan upaya mengubah negara tujuan ekspor, diharapkan akan terjadi peningkatan ekspor," jelasnya.
Yang terakhir adalah relaksasi restitusi pajak pertambahan nilai (PPN).
Baca Juga: Ayo Lapor Pajak Sebelum 31 Maret 2020!
Relaksasi ini diberikan melalui restitusi PPN dipercepat (pengembalian pendahuluan) bagi 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE-IKM.
Restitusi PPN dipercepat diberikan selama enam bulan, terhitung mulai April hingga September 2020 dengan total perkiraan besaran restitusi sebesar Rp 1,97 triliun.
"Tidak ada batasan nilai restitusi PPN khusus bagi para eksportir, sementara bagi para non-eksportir besaran nilai restitusi PPN ditetapkan paling banyak Rp 5 miliar. Dengan adanya percepatan restitusi, wajib pajak dapat lebih optimal menjaga likuiditasnya," Maming menambahkan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.