JAKARTA, KOMPAS.TV- Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menaikkan tarif layanan Kesehatan, mulai dari Puskesmas sampai Rumah Sakit (RS). Budi mengatakan, pendapatan para dokter dan tenaga Kesehatan akan meningkat, dengan adanya tarif baru ini.
Namun, Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Slamet Budiarto menilai, tarif baru yang ditetapkan pemerintah masih setengah hati. Lantaran, tidak berdasarkan indeks keekonomian sehingga besaran tarif yang saat ini ditetapkan hanya 60 persen dari tarif yang seharusnya.
“Kenaikan tarifnya setengah hati dan kurang ikhlas karena tidak sesuai dengan Indeks Keekonomian. Padaha di Undang-Undang, mewajibkan untuk pembuatan tarif harus sesuai Indeks Keekonomian aik di rumah sakit maupun layanan primer,” kata Slamet saat dihubungi Kompas TV, Senin (16/1/2023).
Ia pun menyoroti sejumlah hal dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 3 tahun 2023 Tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
Pertama, ada kecenderungan tarif layanan di RS vertikal naik signifikan. Padahal jenis RS tersebut dimiliki Kementerian Kesehatan. Sedangkan tarif di RS sangat kecil.
Baca Juga: Menkes Naikkan Tarif Layanan Kesehatan di Klinik Sampai RS, Iuran BPJS Kesehatan Naik?
Kemudian, untuk tarif di layanan primer seperti Puskesmas, masih ada koefisien atau factor pengali, yang ujung-ujung justru bisa membuat tarif turun.
“Jadi kalau ada koefisien itu, ada factor pengali, ‘kalau naik harus ini harus itu’, ujungnya bisa turun juga tarifnya,” ujar Slamet.
Lalu, untuk layanan primer distribusinya belum merata. Dimana saat ini 80 persen pasien BPJS Kesehatan masih berpusat di Puskesmas. Penumpukan itu harusnya disebar ke Klinik atau Praktik Dokter.
Slamet menyatakan, IDI tidak dilibatkan dalam penyusunan tarif layanan Kesehatan saat ini. IDI baru dipanggil Kemenkes saat tarif sudah jadi.
“Jadi ya kita ini dikunci,” ucap Slamet.
Ia pun meminta agar pemerintah lebih adil dalam menyusun tarif layanan kesehatan. Yakni harus berdasarkan Undang-Undang dan melibatkan asosiasi fasilitas kesehatan, IDI, serta BPJS Kesehatan.
Baca Juga: Tarif Layanan Kesehatan Naik Tapi Iuran Peserta Tak Naik, Apakah BPJS Kesehatan Sanggup?
Menurutnya, seharusnya pemerintah juga menaikkan premi atau iuran peserta BPJS Kesehatan. Minimal untuk golongan Penerima Bantuan Iuran (PBI), yang dibayarkan pemerintah.
"Kalau kenaikan tarifnya setengah hati, nanti akan berpengaruh juga pada layanan yang diterima masyarakat jadi substandar (dibawah standar)," tutur Slamet.
"Kalau tarifnya seperti, ya tidak akan bikin dokter sejahtera juga," tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, penyesuaian tarif ini bertujuan agar tenaga kesehatan bisa mendapatkan kapitasi/insentif/remunerasi yang lebih baik.
“Ini merupakan kali pertama adanya kenaikan tarif layanan kapitasi yang akan diterima puskesmas/klinik/dokter praktek dari BPJS Kesehatan sejak tahun 2016” kata Budi dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin (16/1/2023).
Baca Juga: Siap-siap Beli Elpiji 3Kg Pakai KTP, Kini Hanya Dijual di Penyalur Resmi dan Warung Khusus
Budi menyatakan, peserta BPJS tidak terdampak kenaikan tarif layanan. Aturan ini justru berdampak pada peningkatan mutu dan kualitas layanan kesehatan baik yang diterima oleh peserta JKN, dokter dan fasilitas pelayanan kesehatan.
“Bagi Peserta JKN perubahan tarif layanan akan berdampak pada peningkatan kualitas layanan yang didapatkan sesuai dengan indikasi medis ” ujar Budi.
Adapun standar tarif kapitasi ditetapkan sebagai berikut:
a. Puskesmas sebesar Rp3.600 sampai dengan Rp9.000 per peserta per bulan;
b. rumah sakit Kelas D Pratama, klinik pratama, atau fasilitas kesehatan yang setara sebesar Rp9.000 sampai dengan Rp16.000 per peserta per bulan;
c. praktik mandiri dokter atau praktik dokter layanan primer sebesar Rp 8.300 sampai dengan Rp15.000 per peserta per bulan; dan
d. praktik mandiri dokter gigi sebesar Rp3.000 sampai dengan Rp4.000 per peserta per bulan.
Budi menjelaskan, penghitungan besaran Tarif yang dibayarkan ke fasilitas kesehatan (klinik, puskesmas, rumah sakit), salah satunya ditentukan berdasarkan ketersediaan dokter atau rasio dokter dengan jumlah peserta terdaftar dan/atau ketersediaan dokter gigi.
Penghitungan Tarif Di Puskesmas:
1. Tersedia dokter dengan rasio 1:≤5000 peserta dan tersedia dokter gigi, Rp7.000 per peserta;
2.Tersedia dokter dengan rasio 1:≤5000 peserta dan tidak tersedia dokter gigi, Rp 6.300 per peserta;
3. Tersedia dokter dengan rasio 1:>5000 peserta dan tersedia dokter gigi, sebesar Rp6.000 per peserta;
4. Tersedia dokter dengan rasio 1:>5000 peserta dan tidak tersedia dokter gigi, sebesar Rp5.300 per peserta;
5. Tidak tersedia dokter dan tersedia dokter gigi, maka tarif sebesar Rp4.300 per peserta; dan
6. Tidak tersedia dokter dan dokter gigi, maka tarif Rp3.600 per peserta.
Baca Juga: Wilmar Group Bantah Terlibat Kartel, Sebut Hal Ini Jadi Biang Kerok Harga Minyak Naik
Penghitungan Tarif di klinik pratama, rumah sakit kelas D pratama atau fasilitas kesehatan yang setara:
1. Tersedia dokter dengan rasio 1:≤5000 peserta dan tersedia dokter gigi, Rp12.000 per peserta;
2.Tersedia dokter dengan rasio 1:≤5000 peserta dan tanpa tersedia dokter gigi, Rp 10.000 per peserta;
3. Tersedia dokter dengan rasio 1:>5000 peserta dan tersedia dokter gigi, sebesar Rp11.000 per peserta;
4. Tersedia dokter dengan rasio 1:>5000 peserta dan tanpa tersedia dokter gigi, sebesar Rp 9.000 per peserta.
Di praktik mandiri dokter atau dokter layanan primer:
1. Tersedia dokter dengan rasio 1:≤5000 peserta sebesar Rp 8.800 per peserta; dan
2.Tersedia dokter dengan rasio 1:>5000 peserta sebesar Rp 8.300 per peserta.
Sementara, bagi praktik mandiri dokter gigi, tarif ditetapkan sebesar Rp 3.500 per peserta per bulan.
"Besaran tarif berdasarkan rasio tersebut selanjutnya akan dikalikan dengan koefisien risiko kesakitan peserta yang dinilai dari usia dan jenis kelamin serta persentase capaian kinerja fasilitas kesehatan setiap bulannya," tutur Budi.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.