JAKARTA, KOMPAS.TV – Pengurangan anggaran subsidi energi akan dimulai tahun depan. Bersamaan dengan ini, percepatan pemanfaatan sumber energi terbarukan menjadi opsi yang perlu diambil.
Namun, hal itu harus diikuti dengan terobosan peraturan hingga menyiapkan industri manufaktur yang mendukung pengembangan fasilitas pembangkit listrik energi terbarukan.
Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya mengatakan, di tingkat Asia Tenggara, porsi energi terbarukan Thailand dan Vietnam mengalami pertumbuhan yang eksponensial. Dalam empat-lima tahun terakhir, pertumbuhannya mencapai delapan kali lipat.
Sementara kondisi Indonesia relatif stabil. Beberapa faktor yang menyebabkan porsi energi terbarukan di Indonesia belum tumbuh pesat sebagai contoh, feed in tariff (patokan pembelian tenaga listrik berdasar biaya produksi) energi terbarukan rendah.
“Jika pertumbuhannya ingin dipercepat, harga feed in tariff energi terbarukan harus ditingkatkan atau dibuat sama dengan energi fosil,” ujar Berly dalam webinar ”Merdeka dari Energi Fosil”, Kamis (18/8/2022), di Jakarta, dikutip dari Kompas.id.
Baca Juga: Subsidi Energi Tembus Rp502 T, Jokowi: Enggak Ada Negara Seberani Kita
Dari sisi kelistrikan, lanjut Berly, pemerintah tidak bisa serta-merta meminta badan usaha, seperti PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), melakukan sendiri percepatan adopsi pembangkit listrik energi terbarukan. Pemerintah perlu mendukung dari sisi pendanaan proyek.
”Lalu, pemerintah harus memikirkan kembali skema distribusi listrik jika porsi energi terbarukan didorong tumbuh signifikan. Skema distribusinya sebaiknya tidak harus terpusat pada PLN,” tutur Berly.
Adapun, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, porsi energi terbarukan pada 2021 mencapai 11,5 persen dalam bauran energi nasional.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, penambahan kapasitas pembangkit listrik energi terbarukan sebesar 1.730 megawatt (MW), dengan kenaikan rata-rata 4,3 persen per tahun.
Kapasitas terpasang hingga akhir tahun 2021 mencapai 654,76 MW dari target 854,78 MW. Pemerintah menargetkan porsi energi terbarukan mencapai 23 persen pada tahun 2025.
Analis Climate Policy Initiative, Albertus Prabu Siagian menambahkan, pengurangan subsidi energi fosil akan membuat masyarakat mempunyai dorongan untuk melakukan efisiensi energi. Selain itu, potensi energi terbarukan di Indonesia mencapai 443.000 MW.
”Kami rasa, untuk percepatan adopsi energi terbarukan, Indonesia membutuhkan kepemimpinan yang tegas. Komitmen pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap perlu serius dijalankan,” kata Adila.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan bahwa anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi tahun 2023 sebesar Rp 336,7 triliun. Nilai ini turun 33,07 persen dari anggaran subsidi dan kompensasi tahun 2022 yang mencapai Rp 502 triliun.
Pengurangan anggaran tersebut bagian dari upaya mencapai target defisit fiskal di bawah 3 persen tahun depan.
Sumber : Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.