JAKARTA, KOMPAS.TV- Pemerintah berencana menutup Bandara Halim Perdanakusuma selama 9 bulan, untuk direvitalisasi.
Pemerintah menilai kondisi bandara yang sudah tua sudah tidak memadai dan tidak layak untuk menampung 7 juta penumpang per tahunnya.
Apalagi, Bandara Halim juga menjadi wajah terdepan Indonesia karena menjadi lokasi pendaratan pesawat tamu negara yang mengunjungi negara ini.
Mengutip dari laman resmi Angkasa Pura II, Jumat (5/11/2021), Bandara Halim dulu bernama Lapangan Terbang Cililitan.
Bandara Halim beroperasi sementara menjadi bandara komersial mulai tanggal 10 Januari 2014 untuk mengalihkan penerbangan dari Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta yang telah penuh sesak.
Pada abad ke-17, daerah Cililitan merupakan sebuah tanah partikelir yang dimiliki oleh Pieter van der Velde. Tanah tersebut dinamakan Tandjoeng Ost.
Kemudian sekitar tahun 1924, sebagian tanah tersebut dijadikan sebuah lapangan terbang pertama di kota Batavia.
Baca Juga: Bandara Halim Akan Ditutup, Penerbangan Dialihkan ke Soekarno-Hatta
Lapangan terbang tersebut dinamakan Vliegveld Tjililitan (Lapangan Terbang Tjililitan). Pada tahun yang sama, lapangan terbang ini menerima kedatangan pesawat dari Amsterdam yang kemudian menjadi penerbangan internasional pertama di Hindia Belanda.
Sebelum mendarat di Cililitan, pesawat Fokker ini memerlukan waktu cukup lama di perjalanan. Karena pernah jatuh dan mengalami kerusakan di Serbia hingga harus didatangkan suku cadang dari pabriknya di Amsterdam.
Lapangan terbang ini juga turut andil dalam peresmian Bandar Udara Internasional Kemayoran yaitu dengan cara menerbangkan pesawat berjenis Douglas DC-3 menuju Kemayoran yang baru saja diresmikan.
Pada tanggal 20 Juni 1950, Belanda sepenuhnya menyerahkan lapangan terbang ini kepada pemerintah Indonesia. Ketika itu lapangan terbang ini langsung dipegang oleh AURI dan dijadikan pangkalan udara militer.
Baca Juga: Harga Sewa Pesawatnya Kemahalan, Garuda Kini Cari yang Ekonomis
Kemudian bertepatan dengan 17 Agustus 1952, lapangan terbang ini berganti nama menjadi Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma untuk mengenang almarhum Abdul Halim Perdanakusuma yang gugur dalam menjalankan tugasnya.
Disamping sebagai pangkalan militer, Halim juga digunakan sebagai bandar udara sipil utama di kota Jakarta bersamaan dengan Kemayoran. Pada tahun 1974, bandar udara ini harus berbagi penerbangan internasional dengan Kemayoran karena padatnya jadwal penerbangan disana.
Halim juga sempat ditunjuk menggantikan peranan Kemayoran yang semakin padat. Namun hasilnya justru tertuju kepada pembangunan sebuah bandar udara baru di daerah Cengkareng. Kelak bandar udara tersebut dinamakan Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta.
Setelah Kemayoran ditutup, Bandar Udara Halim Perdanakusuma mulai mengurangi jadwal penerbangan sipil untuk berfokus guna kepentingan militer. Namun pada tahun 2013, Halim memberikan 60 slot/jam untuk penerbangan berjadwal domestik maupun internasional.
Baca Juga: Akui Tandatangan Kontrak Sewa Pesawat Garuda yang Kemahalan, Peter Gontha: karena Dipaksa
Hal tersebut dikarenakan untuk mengurangi padatnya jadwal penerbangan di Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta.
Saat ini, Bandara Halim memiliki luas wilayah 165 hektar dan memiliki 1 runway atau landasan pacu pesawat berukuran 3.000 m x 45 mm, apron area 152.100 meter persegi, terminal area 21.108 meter persegi, kapasitas 2 juta penumpang per tahun, area kargo 1.685 meter persegi, serta area parkir seluas 24.954 meter persegi.
Sumber : Laman Resmi Angkasa Pura II
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.