JAKARTA, KOMPAS.TV – PT Garam (Persero) berupaya memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diwajibkan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Dengan demikian, mereka dapat memenuhi kebutuhan garam industri dalam negeri hasil dari memproduksi sendiri bukan dari impor.
Direktur Utama PT Garam Achmad Ardianto mengatakan, PT Garam sudah mampu membuat garam kualitas industri, baik garam yang diperoleh langsung dari ladang untuk industri Chlor Alkali Plant (CAP) maupun garam hasil olahan pabrik untuk industri pangan.
“Namun, karena metodenya masih dengan cara bertani, maka belum bisa disuplai dengan jumlah yang cukup,” terangnya, Minggu (13/6/2021), dilansir dari Kontan.co.id.
Diketahui, selama ini produksi garam dari PT Garam dianggap belum memenuhi SNI sehingga BUMN belum bisa memasok ke industri.
Kemenperin sendiri telah menetapkan standar kelayakan garam bahan baku industri dengan adanya SNI bagi garam bahan baku industri.
Ada tiga kode SNI untuk garam industri, yakni garam industri soda kaustik, garam industri aneka pangan, dan garam bahan baku garam konsumsi beriodium.
Adapun, saat ini, PT Garam memiliki kapasitas produksi 500.000 ton garam per tahun di musim normal dengan komposisi produksi garam industri CAP maksimum 10 persen, sedangkan garam industri pangan 20 persen.
Baca Juga: Pemerintah Diharapkan Menghentikan Kuota Impor Garam Bagi Industri Aneka Pangan
Achmad menjelaskan, PT Garam sudah lama tidak melakukan impor garam dan tidak ada pula berencana untuk mengimpor komoditas tersebut.
Sebab, PT Garam lebih fokus pada perbaikan kualitas garam lokal, termasuk untuk memasok kebutuhan garam untuk industri farmasi.
Upaya peningkatan kualitas garam lokal sudah menjadi fokus garam selaku BUMN dalam rangka membantu pemerintah mencapai swasembada garam industri.
Agar menghasilkan garam industri CAP dan pangan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), PT Garam memerlukan bahan baku garam yang baik.
PT Garam menerapkan dua pendekatan yaitu pendekatan teknologi dan industrialisasi agar bisa memproduksi garam yang berkualitas.
Dalam jangka pendek, PT Garam sedang melakukan pendekatan teknologi untuk memproduksi garam industri yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Sedangkan untuk jangka panjang, PT Garam sedang menjalani proses konversi ladangnya menjadi ladang yang menggunakan metode industrialisasi.
Kolaborasi
Lebih lanjut, PT Garam bersama dengan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) sebagai calon induk holding pangan BUMN sedang berkolaborasi dengan MIND ID dan PT Timah Tbk (TINS) untuk mengakuisisi lahan garam di Australia.
Sayangnya, belum ada detail nilai investasi yang bisa diungkapkan terkait rencana ekspansi tersebut. “Langkah ini akan mempercepat transformasi perusahaan dalam memenuhi kebutuhan garam industri dari dalam negeri,” ungkap Achmad.
Oleh karena kebutuhan industri belum bisa dipenuhi PT Garam karena belum sesuai SNI, maka Kementerikan Perdagangan menerapkan importasi garam.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, kebutuhan garam 2021 tercatat sebanyak 4.606.554 ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.077.901 ton merupakan alokasi impor untuk industri.
“Alokasi impor tersebut telah diputuskan dalam Rakortas pada tanggal 6 Januari 2021 lalu,” ujar Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana.
Baca Juga: Petambak Garam Minta Pemerintah Lindungi Usaha Garam Rakyat
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.