Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Tak Ada Jejaring Kerja Sama Antar Petani, Petani Bawang Merah Hadapi Persoalan Besar

Kompas.tv - 10 Juni 2021, 11:08 WIB
tak-ada-jejaring-kerja-sama-antar-petani-petani-bawang-merah-hadapi-persoalan-besar
Pekerja memilah bawang merah di gudang penyimpanan di Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Sabtu (5/6/2021). (Sumber: Kompas.id/Bahana Patria Gupta)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Iman Firdaus

NGANJUK, KOMPAS.TV – Petani bawang merah menghadapi masalah besar. Baik dari penanaman yang masih tradisional, ketidakkuasaan petani akan penetapan harga, dan  anomali cuaca. Padahal, Jawa Timur menjadi penyuplai bawang merah terbesar nasional.

Adapun Nganjuk menjadi lumbung bawang merah Jatim terbesar dengan kontribusi produksi 38 persen, Probolinggo 18 persen, disusul Malang 11 persen. Selebihnya  terbagi di sejumlah kabupaten di Jawa Timur.

Namun, produk pertanian yang besar itu masih dilakukan dengan sistem tradisional. Ada beberapa ciri sistem tradisional, antara lain, dikerjakan sendiri oleh petani tanpa dukungan support system memadai dan tidak ada jejaring kerja sama antarpetani yang bisa menguatkan posisi tawar.

Lalu, tidak adanya wadah pemasaran bersama seperti koperasi yang bisa membuka pasar secara lebih luas. Terakhir, adalah belum digunakannya teknologi untuk membantu produksi.

Padalah, salah satu pertanian andalan Jawa Timur yang menguasai pasar nasional adalah bawang merah. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jatim menunjukkan produksi bawang merah 2020 mencapai 449.961 ton. Jumlah ini menyumbang sekitar 25,17 persen terhadap produksi nasional.

Baca Juga: Petani Bawang Beralih Tanam Timun Suri

Suki (54), petani bawang merah asal Desa Sumbersuko, Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo, bercerita bahwa selama ini petani menanggung semua beban sendirian.

”Petani di sawah musuhnya hama dan penyakit. Di pasar, petani berjuang agar bisa mendapatkan harga bagus. Seringnya, petani kalah dan merugi,” kata Suki, dilansir dari Kompas.id  Kamis (10/6/2021).

Menurut Suki, kelompok tani yang ada selama ini tidak berkuasa jika berhadapan dengan pedagang di pasar. ”Tidak bisa janjian menjual bawang merah dengan harga tertentu. Sebab, nanti kalau kita ngotot menahan bawang dengan harga tinggi, ternyata petani lain menjual dengan harga murah, bawang merah kita tidak laku,” ujarnya.

Ongkos yang tinggi

Ongkos bertanam yang tinggi juga membuat petani tergantung pada tengkulak yang berani memberi modal besar. Untuk satu hektar bawang merah, setidaknya petani harus menyiapkan uang Rp 75 juta per satu musim tanam.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x