JAKARTA, KOMPAS.TV – Pemerintah berencana untuk kembali menjalankan program amnesti pajak.
Bagi wajib pajak yang belum patuh diberikan kesempatan untuk ikut program pengungkapan aset sukarela dengan tarif Pajak Penghasilan Final.
Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR terkait isu kepatuhan pajak, Senin (24/5/2021), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyinggung topik pengampunan pajak (tax amnesty) jilid kedua yang menurut rencana akan dilakukan pemerintah tahun ini.
Sri Mulyani mengatakan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak telah memuat sejumlah rambu mengenai upaya untuk mendorong kepatuhan setelah program berakhir.
Termasuk pemanfaatan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) antarnegara.
”Sebetulnya sampai hari ini kami tetap mendapatkan AEoI dan akses informasi terhadap ribuan wajib pajak yang kami tindak lanjuti,” kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Kompas.id.
Baca Juga: Guru, Veteran, Purnawirawan TNI-Polri, Hingga Pensiunan PNS Dapat Pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan
Selain itu, pemerintah juga berupaya melakukan reformasi yang tak hanya untuk pengumpulan pajak jangka pendek.
Tetapi juga memastikan APBN berkelanjutan pada masa depan di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah tengah membahas rencana program pengampunan pajak jilid kedua.
Sebagai catatan, tahun 2022 penerimaan perpajakan ditargetkan tumbuh 8,37-8,42 persen dari outlook akhir tahun 2021.
Secara nominal, angka tersebut setara dengan Rp 1.499,3 triliun-Rp 1.528,7 triliun.
Berkaitan dengan hal itu juga, dari data Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menunjukkan realisasi rasio kepatuhan wajib pajak meningkat dari tahun ke tahun.
Kepatuhan wajib SPT PPh pada 2015 tercatat baru sebesar 60 persen.
Namun, pada 2019, angkanya melonjak menjadi 73 persen.
Pada 2020, rasio kepatuhan pajak pelaporan SPT PPh naik lagi menjadi 78 persen.
Namun, menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, menilai pengampunan pajak tidak terbukti meningkatkan penerimaan pajak jangka panjang.
Buktinya, selama periode 2018-2020, rasio pajak terhadap PDB terus menurun hingga mencapai 8,3 persen.
”Rasio pajak atau rasio penerimaan pajak terhadap PDB bukannya naik malah melorot terus. Berarti ada yang tidak beres dengan program pengampunan pajak,” ujarnya.
Bhima menilai program pengampunan pajak rawan digunakan untuk pencucian uang lintas negara.
Dengan mengatasnamakan pengampunan pajak, lanjutnya, perusahaan yang melakukan kejahatan keuangan bisa memasukkan uang ke Indonesia.
”Pemerintah seharusnya melakukan kebijakan untuk mengejar pajak mereka yang tidak ikut tax amnesty 2016. Data pengampunan pajak jilid satu, kan, sudah lengkap, kemudian ada pertukaran informasi pajak antarnegara dan dokumen internasional,” jelasnya.
Baca Juga: Kadin Tolak Rencana Pemerintah Terkait Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.