Secara nominal, angka tersebut setara dengan Rp 1.499,3 triliun-Rp 1.528,7 triliun.
Berkaitan dengan hal itu juga, dari data Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menunjukkan realisasi rasio kepatuhan wajib pajak meningkat dari tahun ke tahun.
Kepatuhan wajib SPT PPh pada 2015 tercatat baru sebesar 60 persen.
Namun, pada 2019, angkanya melonjak menjadi 73 persen.
Pada 2020, rasio kepatuhan pajak pelaporan SPT PPh naik lagi menjadi 78 persen.
Namun, menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, menilai pengampunan pajak tidak terbukti meningkatkan penerimaan pajak jangka panjang.
Buktinya, selama periode 2018-2020, rasio pajak terhadap PDB terus menurun hingga mencapai 8,3 persen.
”Rasio pajak atau rasio penerimaan pajak terhadap PDB bukannya naik malah melorot terus. Berarti ada yang tidak beres dengan program pengampunan pajak,” ujarnya.
Bhima menilai program pengampunan pajak rawan digunakan untuk pencucian uang lintas negara.
Dengan mengatasnamakan pengampunan pajak, lanjutnya, perusahaan yang melakukan kejahatan keuangan bisa memasukkan uang ke Indonesia.
”Pemerintah seharusnya melakukan kebijakan untuk mengejar pajak mereka yang tidak ikut tax amnesty 2016. Data pengampunan pajak jilid satu, kan, sudah lengkap, kemudian ada pertukaran informasi pajak antarnegara dan dokumen internasional,” jelasnya.
Baca Juga: Kadin Tolak Rencana Pemerintah Terkait Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.