KARAWANG, KOMPAS.TV – Sejumlah petani di Karawang, Jawa Barat berharap harga gabah tidak turun hingga akhir tahun dalam masa memasuki panen raya tahun ini.
Pemerintah pusat diminta agar memperhatikan kesejahteraan petani dengan meningkatkan harga jual gabah dan perbaikan infrastruktur.
Ketua Kelompok Tani Mekarsari II Desa Pasirmulya, Kecamatan Majalaya, Saepudin, Kamis (6/5/2021) mengatakan, pada panen Februari 2021, harga jual gabah kering panen (GKP) di tingkat petani mencapai Rp 3.800 per kilogram.
Harga tersebut lebih rendah daripada harga pembelian gabah yang ditetapkan oleh pemerintah (HPP), yakni Rp 4.200 per kg, seperti dilansir laman Kompas.id.
Pada akhir April lalu, harga jual panenan kelompoknya berkisar Rp 4.300-Rp 4.500 per kg.
Meski ada peningkatan, dia berharap harga jual bisa lebih tinggi dari HPP.
Saat ini anggota kelompoknya memasuki tahap pengolahan lahan.
“Jangan sampai harga jatuh di bawah standar. Semoga kesejahteraan para petani bisa lebih diperhatikan. Kami sangat bergantung dari panenan ini,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Saepudin menjelaskan bahwa besaran ongkos produksi yang dikeluarkan sekitar Rp 12 juta per hektar (ha).
Adapun produktivitas minimal 7 ton per ha.
Jika harga jual GKP Rp 3.800 per kg, total penjualan gabah Rp 26.600.000.
Setelah dikurangi ongkos produksi, petani mengantongi Rp 14,6 juta.
Baca Juga: Cerita Harga Gabah Turun di Hadapan Para Petani, Presiden Jokowi: Sedih Juga Kita Itu
Jumlah itu belum dikurangi biaya sewa sawah dan ongkos buruh harian yang mencapai Rp 3,9 juta.
Belum lagi ada biaya tambahan untuk mengatasi hama dan sewa pompa pada saat tanam di musim kemarau, yakni sekitar Rp 1 juta.
Selama tiga bulan atau 115 hari, petani mendapatkan keuntungan bersih lebih kurang Rp 10 juta per hektar.
”Keuntungan yang didapat petani memang tidak besar kalau harga jual di bawah standar. Kami berharap pemerintah bisa menaikkan HPP,” kata Saepudin.
Di samping itu, Ketua Kelompok Tani Tirta Berkah Desa Ciranggon Asep Saepudin mengatakan, pada panen musim lalu, harga jual GKP di tingkat petani Rp 4.500 per kg.
Bahkan, sebelum itu pernah ada hasil panen anggota kelompoknya yang laku terjual di bawah standar HPP.
Harga jual yang fluktuatif ini kerap kali terjadi saat musim hujan atau memasuki panen raya.
Persoalan yang dihadapi sejumlah petani tak hanya itu.
Pada pertengahan tahun lalu, sebagian kesulitan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi karena stok habis atau langka saat masa pemupukan.
Sehingga, mereka harus mengeluarkan biaya pembelian pupuk nonsubsidi hingga dua kali lipat, yaitu Rp 2 juta.
Dari situ, menurut Asep, sebaiknya kebijakan pupuk bersubsidi dihapuskan dan dialihkan untuk peningkatan HPP menjadi Rp 5.000 per kg.
Melihat ketersediaan pupuk bersubsidi tak bisa menjamin akan meningkatkan produktivitas panen.
Padahal, ongkos produksi yang dikeluarkan sama atau jauh lebih besar apabila pupuk bersubsidi langka.
“Anggaran pupuk bersubsidi sebaiknya dialihkan ke harga gabah saja, ya. Kalau jatah pupuk dikurangi, bagaimana mau swasembada beras. Ongkos produksi semakin tinggi, tapi harga jual bisa turun,” tuturnya.
Baca Juga: Alasan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Tak Setuju Impor Beras Saat Panen Raya
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.