Menurut Sri Mulyani, kenaikan ini terjadi karena kebijakan tersebut digodok dalam suasana pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, pemerintah perlu menyeimbangkan aspek unsur kesehatan dengan sisi perekonomian, yaitu kelompok terdampak pandemi, seperti pekerja dan petani.
Namun, kenaikan ini tak berlaku bagi kelompok industri sigaret kretek tangan. Sebab, mereka termasuk industri padat karya yang mempekerjakan 158.552 buruh.
"Artinya kenaikannya 0 persen untuk sigaret kretek tangan yang memiliki unsur tenaga kerja terbesar," ujar Sri Mulyani.
Baca Juga: Kemenkeu Sebut Kenaikan Cukai Rokok untuk Kendalikan Konsumsi
Bea Meterai
Pada September 2020, pemerintah juga mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang bea meterai sebagai undang-undang.
Dengan pengesahan itu, tarif meterai Rp 10.000 bakal berlaku mulai 1 Januari 2020.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perubahan UU tentang Bea Meterai diperlukan lantaran saat ini aturan mengenai pajak atas dokumen masih berlandaskan pada UU Nomor 13 tahun 1985.
Usia beleid tersebut sudah mencapai 35 tahun.
"Sementara itu, situasi dan kondisi yang ada dan terjadi di masyarakat dalam dekade telah berubah, baik ekonomi, hukum, sosial, dan teknologi infromasi," jelas Sri Mulyani.
Dengan adanya kenaikan ini, maka batas nilai dokumen yang dikenai tarif bea materai pun dinaikkan, yaitu menjadi Rp 5 juta.
Sebelumnya, dokumen dengan nilai kurang dari atau sama dengan Rp 250.000 sudah dikenai bea materai.
Selain itu, dokumen yang sifatnya untuk penanganan bencana alam dan non-komersial juga tidak dikenai bea materai.
Baca Juga: Per Januari 2021, Tarif Bea Materai jadi Rp 10.000 Kecuali untuk Beberapa Dokumen Berikut
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.