Pemerintah Indonesia menetapkan total Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 2022 yang harus dibayar langsung oleh jemaah haji tahun ini sekitar Rp39,8 juta. Biaya itu termasuk ongkos penerbangan, sebagian biaya akomodasi di Mekkah dan Madinah, biaya hidup, dan biaya visa.
Bipih tahun ini mengalami kenaikan dari 2020 lalu yang angkanya masih di kisaran Rp35,2 juta. Namun, bagi jemaah haji yang sudah melunasi Bipih pada 2020 atau 1441 H, penambahan biaya akan dibebankan pada alokasi Virtual Account.
"Jadi bagi calon jemaah haji tunda berangkat yang telah melunasi pada tahun 2020, tidak akan diminta menambah pelunasan. Karena ini dapat ditanggulangi dengan alokasi Virtual Account," kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dikutip dari keterangan pers Kementerian Agama.
Selain bipih, ada juga biaya lainnya yang termasuk ke dalam komponen Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), seperti biaya protokol kesehatan yang tahun ini disepakati sebesar Rp808.618,80 per jemaah. Ditambah lagi biaya yang bersumber dari nilai manfaat keuangan haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebesar Rp41 juta per jemaah. Jadi total BPIH tahun ini mencapai Rp81,7 juta per jemaah.
Baca juga:
Menag menyampaikan, semua pembahasan BPIH yang dilakukan Pemerintah dengan DPR menggunakan asumsi kuota 50%.
"Asumsi kuota haji Indonesia tahun 1443 H/2022 M yang dijadikan dasar pembahasan BPIH adalah sebanyak 110.500 jemaah atau sebanyak 50% dari kuota haji tahun 2019," kata Yaqut.
Jumlah itu terdiri dari kuota untuk jemaah haji reguler sebanyak 101.660 dan haji khusus sebanyak 8.840 orang.
Menag menegaskan, meskipun kuota yang digunakan merupakan angka asumsi, tetapi angka itu sekaligus menjadi target pemerintah. Ia mengungkapkan hingga hari ini pemerintah masih terus berkoordinasi dengan Pemerintah Arab Saudi.
"Pemerintah optimistis, pada musim haji tahun ini kita bisa memberangkatkan jemaah meskipun belum dalam jumlah normal, tapi optimal. Dan kita bisa memberikan pelayanan terbaik," ujar Yaqut.
Pemerintah Indonesia menyambut positif pengumuman terbaru Kerajaan Arab Saudi pada Sabtu (09/04) bahwa penyelenggaraan haji 1443 Hijriyah dapat diselenggarakan dengan total jemaah mencapai 1 juta orang.
"Syukur alhamdulillah, jemaah haji Indonesia bisa berangkat tahun ini. Ini kabar yang sangat ditunggu jemaah haji di tanah air," Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas seperti yang disiarkan laman Kementrian Agama RI (09/04).
Dalam dua tahun terakhir Indonesia batal memberangkatkan jemaah calon haji ke Arab Saudi di tengah tingginya pandemi Covid-19 waktu itu. Kini kasus Covid di Indonesia menunjukkan tren menurun dan Arab Saudi sebagai tuan rumah ibadah haji juga telah melakukan pelonggaran.
Belum dijelaskan berapa banyak Indonesia dapat memberangkatkan jemaah calon haji. Namun Menag menegaskan bahwa berapapun kuota yang diberikan, Indonesia siap menyelenggarakan haji. Sebab, persiapan dengan berbagai skenario pemberangkatan telah dilakukan selama ini.
"Kita akan optimalkan berapapun kuota nanti yang diberikan untuk Indonesia. Bahkan, kalau bisa kita akan upayakan agar Indonesia bisa mendapat tambahan, misalnya dari kuota negara lain yang tidak terserap," tegasnya.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah dari Kemenag, Hilman Latief, mengatakan pihaknya bergerak cepat melakukan persiapan. "Biaya haji juga akan segera kita finalisasi dengan Komisi VIII DPR," tandasnya.
Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi dalam surat pengumumannya menyebutkan bahwa haji tahun ini akan dilakukan dengan ketentuan:
1. Haji tahun ini terbuka untuk mereka yang berusia di bawah 65 tahun dan telah menerima vaksinasi lengkap Covid-19 yang disetujui Kementerian Kesehatan Saudi.
2. Jamaah yang berasal dari luar Kerajaan wajib menyerahkan hasil tes PCR negatif Covid-19 yang dilakukan dalam waktu 72 jam sebelum keberangkatan ke Arab Saudi.
Sebelumnya, Kemenag Februari lalu mengusulkan kenaikan biaya haji menjadi Rp45,05 juta pada 2022, namun dipandang 'tidak tepat dan sangat memberatkan calon jemaah haji' di tengah situasi ekonomi yang masih lesu akibat pandemi, kata Ketua Komisi Nasional Haji dan Umroh, Mustolih Siradj.
Meski di satu sisi, lembaga independen pemantau haji tersebut mengakui bahwa kenaikan biaya haji 'tidak terhindarkan' karena situasi pandemi membuat sejumlah komponen biaya juga meningkat.
"Soal biaya haji naik dan turun itu dilema, simalakama. Dinaikkan sangat tinggi, jemaah dibebani, tapi kalau tidak naik juga tidak bijak karena akan menekan tata kelola keuangan haji," kata Mustolih kepada BBC News Indonesia, Kamis (17/2).
Kementerian agama menyatakan faktor utama di balik kenaikan itu adalah biaya untuk protokol kesehatan.
Usulan kenaikan biaya itu sebelumnya disampaikan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam rapat kerja dengan DPR RI pada Rabu (16/2).
Kenaikannya mencapai Rp10 juta apabila dibandingkan dengan saat terakhir kali Indonesia memberangkatkan haji pada 2019.
Kenaikan tersebut bisa dibilang signifikan dalam kurun dua tahun, sebab data menunjukkan bahwa kenaikan rata-rata biaya haji reguler pada 2012 hingga 2019 bekisar kurang dari Rp1 juta per tahun, bahkan sempat menurun.
Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kementerian Agama, Subhan Cholid menuturkan bahwa biaya protokol kesehatan, yang mewajibkan jemaah haji dikarantina dan dites PCR berulang kali, menjadi penyumbang utama kenaikan biaya.
Sementara itu di tengah penantian kepastian keberangakatan, beberapa calon jemaah haji mengatakan harus memutar otak untuk mencari uang tambahan apabila kenaikan biayanya begitu signifikan.
Kemenag sendiri menyebut potensi kenaikan biaya belum berdampak pada minat jemaah haji untuk berangkat, meski pada 2020 lalu, sebanyak 2.000 hingga 3.000 jemaah menarik biaya yang mereka setor untuk kebutuhan di tengah pandemi.
Salah satu calon jemaah haji asal Sumatra Barat, Ulfah Mahdayulita, 55, mengaku keberatan apabila biaya haji tambahan yang harus dia lunasi mencapai Rp10 juta.
Ulfah merupakan calon jemaah haji yang seharusnya berangkat pada 2020, namun tertunda akibat pandemi. Dia menjadi salah satu calon jemaah haji yang berpeluang berangkat pada tahun ini apabila Arab Saudi kembali membuka kembali akses ibadah haji untuk Indonesia.
Ulfah mendaftarkan diri sejak 2011 melalui skema dana talangan haji dari salah satu bank syariah dengan nilai sebesar Rp25 juta.
Sambil menunggu waktu keberangkatannya tiba, Ulfah menyicil biaya keberangkatan hajinya melalui bank tersebut.
Dia juga telah mempersiapkan selisih biaya yang harus dilunasi tergantung pada besaran biaya haji yang ditetapkan pemerintah pada tahun keberangkatannya. Pada awal 2020, sebelum Indonesia dilanda pandemi, Ulfah menyetor biaya pelunasan sebesar Rp8 juta.
Sejak saat itu, Ulfah yang merupakan seorang guru, fokus menabung untuk kebutuhan di Tanah Suci. Dia mengaku tidak memperkirakan dan belum menyiapkan biaya tambahan seperti saat ini.
"Kalau dulu harus tambah biaya sekian itu sudah tahu sejak awal mendaftar, sudah standby jadi bisa menabung, kalau dadakan kacau deh," kata Ulfah ketika dihubungi.
Dia berharap pemerintah bisa mensubsidi kenaikan biaya tersebut. Sebab beberapa anggota keluarga besarnya yang juga calon jemaah haji dirasa akan kesulitan dengan kenaikan itu karena berpenghasilan tidak tetap dan terdampak pandemi sebagai pedagang dan petani.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.