Dia menjelaskan, tanda-tanda seseorang menderita penyakit kusta, antara lain: kulit mengalami bercak putih yang lama kelamaan semakin melebar dan banyak.
"Lalu bintil kemerahan yang tersebar pada kulit, kesemutan pada anggota badan atau raut muka berbenjol-benjol dan tegang, dan ada bagian tubuh mati rasa karena kerusakan saraf tepi."
Menurut Renni, gejala kusta sering kali tidak selalu tampak, justru dia mengingatkan agar sebaiknya waspada jika ada anggota keluarga yang menderita luka tak kunjung sembuh dalam jangka waktu lama.
Lama pengobatan kusta tergantung jenis kustanya. "Pada kusta jenis pausibasilar waktu pengobatan selama 6-9 bulan. Namun pada kasus kusta jenis multibasilar waktu pengobatan selama 12 - 18 bulan. Durasi pengobatan dapat bertambah jika terjadi gagal pengobatan atau relaps (kambuh)," ujarnya.
Merujuk pada pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dr Renni mengatakan bahwa orang dengan kusta diobati dengan MDT (Multi Drug Therapy).
Ini adalah kombinasi dua atau lebih obat antilepra di mana salah satunya adalah rifampicin yang merupakan obat bakterisidal kuat. Obat antilepra selain rifampicin bersifat bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri.
"Pengobatan MDT bertujuan untuk memutuskan rantai penularan, mencegah terjadinya cacat atau mencegah kecacatan bertambah parah, memperpendek masa pengobatan, mencegah terjadinya resistensi kuman serta meningkatkan keteraturan berobat," ujar dr Renni.
Namun dia menyatakan bahwa pengobatan MDT tidak mengobati kecacatan yang sudah terjadi.
Selain pengobatan medis, lanjut dr Renni, dukungan dari lingkungan terdekat adalah kunci penyembuhan bagi penderita penyakit kusta.
"Pendekatan keluarga penting diterapkan dalam upaya pencegahan dan deteksi dini penyakit kusta serta pengobatan sesegera mungkin untuk mencegah kecacatan dan memutus mata rantai penyebaran."
Dukungan kuat dari orang tuanya sangat membantu Uswatun selama menjalani pengobatan kusta selama setahun. Semangatnya untuk bersekolah muncul lagi sambil beritikad kuat untuk sembuh.
"Kalau tidak ada mereka, mungkin saya tidak bisa sekuat ini. Mereka yang bisa menenangkan sekaligus juga menyembuhkan.
Melihat kegigihan mereka merawat saya ketika itu sampai bapak tidak bisa menarik becak dan ibu tidak bisa jualan, itu demi mengobati saya selama hampir satu tahun.
Saya berpikir tidak bisa bermalas-malasan dan harus kembali ke sekolah. Ayah saya pun rela mengantar saya dengan becaknya ke sekolah lalu sampai menggendong saya ke ruangan kelas di lantai dua," kenang Uswatun.
Setelah menamatkan pendidikannya hingga menjadi sarjana, Uswatun mengajar sebagai guru di Cirebon dan kini bekerja di Jakarta,.
Kembali ke Nusa Tenggara Timur, dukungan dari keluarga dan teman-teman berhasil memulihkan semangat Geby Ataupah sehingga bisa menamatkan SMA selama masa pengobatan kusta.
"Kalau sampai Geby sia-siakan satu kesempatan ini maka akan terbuang masa depan dan harapan Geby untuk berkembang.
Tapi karena Geby tidak merasa putus asa, walau masih harus merasakan penyakit kusta, Geby tetap melanjutkan sekolah. Bersyukur masih ada teman-teman yang mau menerima Geby."
Sekarang dia dalam tahap penyembuhan dan sudah bisa berjalan lagi. Sambil menjalani masa observasi di rumah sakit selama enam bulan ke depan, Geby membantu mendampingi dan memotivasi sesama pasien kusta.
"Ini adalah suatu usaha yang membuat Geby tetap bertahan hingga hari ini."
Artikel ini merupakan hasil liputan BBC Indonesia yang ditayangkan juga di Kompas.TV
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.