Artinya, konsumen kini mulai memikirkan bagaimana kain diproduksi, keadilan upah pekerja, hingga kemungkinan perputaran pakaian apakah apakah akan menjadi sampah atau bisa dipakai lagi.
Kementerian Perindustrian pun kini semakin gencar mendorong industri untuk menerapkan konsep fashion circular tidak hanya bagi industri skala besar tetapi juga diaplikasikan oleh industri kecil dan menengah yang dimulai dari penggunaan bahan baku.
Apabila ekonomi sirkular dapat diterapkan dalam industri tekstil limbah akan berkurang sebanyak 14 persen dan meningkatkan daur ulang limbah tekstil sebanyak 8 persen.
Kemudian, diperlukan pemahaman menyeluruh bahwa industri fashion termasuk dalam di kebutuhan primer masyarakat.
Sementar itu, tentunya akan menjadi nilai tambah bila sebuah produk fesyen menghasilkan daya tarik yang dapat meningkatkan pemasukan.
Menciptakan fesyen berkelanjutan dari sutra eri
Berawal dari kecemasan pada industri fesyen menjadi salah satu industri yang berpolusi dalam proses produksinya, serta keresahan semakin sedikitnya penenun dan pembatik muda, salah satu industri kecil menengah asal kabupaten pasuruan, KaIND, hadir dengan konsep fesyen ramah lingkungan sejak 2014.
KaIND yang merupakan salah satu IKM binaan Kementerian Perindustrian, fokus menghasilkan bahan baku alami yaitu benang sutra eri yang 100 persen organik mudah terurai dan 100 persen lokal.
Tidak hanya membudidayakan material lokal ramah lingkungan, KaIND secara rutin memberikan pelatihan membatik, menenun, dan memintal gratis bagi anak muda dari berbagai latar belakang sejak 2015.
KaIND juga sudah berkolaborasi dengan lebih dari 200 petani sutera eri di wilayah Malang, Pasuruan, dan sekitarnya.
Dalam upaya membudidayakannya pun tidak sembarangan, melainkan memperhatikan kondisi ulat sutera agar tetap hidup dan cukup diambil kepompongnya.
Awalnya, banyak petani singkong yang mengawali budidaya ulat sutera eri sebagai usaha tambahan dalam menanam singkong sehari-hari.
Daun singkong merupakan pakan ulat sutera eri sehingga cukup mudah didapatkan dan dipasok.
Melihat begitu banyak manfaat yang dihasilkan dari sutra eri serta pakan yang mudah dan berlimpah membuat petani sekitar beralih secara penuh membudidayakan ulat sutra eri.
Upaya KaIND dalam menjaga lingkungan ini semakin dilirik pasar dunia setelah kesempatan untuk berpartisipasi di Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali pada 2022 sebagai salah satu penyedia suvenir untuk delegasi internasional.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pasuruan mengakui keberadaan KaIND semakin membuka peluang fesyen ramah lingkungan.
Serat sutra eri pun makin banyak dilirik berbagai pihak untuk diminta berkolaborasi guna menggencarkan produk bernilai sirkular ekonomi.
IPAL Langkah Utama Menuju Industri Hijau
Komitmen mengusung konsep ramah lingkungan berhasil membawa Paradise Batik, jenama asal Yogyakarta yang merupakan industri kecil menengah dibawah pendampingan Kementerian Perindustrian, sebagai satu-satunya industri batik di Indonesia mendapatkan Sertifikat Industri Hijau dari pemerintah pada tahun 2021.
Salah satu faktor utama dalam meraih penghargaan sertifikat tersebut, yaitu karena keberadaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang telah sesuai standar industri.
Berawal dari usaha bordir sejak 1983, Paradise Batik pada 2020 memfokuskan diri pada prooduk ragam batik tulis dan cap yang dihasilkan berasal dari penggunaan bahan baku alami warnaan daur ulang.
Selain itu, Paradise Batik menggunakan pembuangan limbah sesuai Standar Industri hijau pada definisi terus mempertahankan komitmen dalam melestarikan lingkungan yaitu dengan efektivitas berkelanjutan.
Paradise Batik juga menerapkan langkah dan 3R, yaitu Reduce, Reuse, dan Recycle, juga memiliki instalasi pengolahan air limbah secara mandiri dan teruji. Hasilnya terbukti air limbah dari produksi batik tersebut aman untuk dipakai masyarakat beraktivitas.
Menurut data Bappenas, kini semakin banyak industri dan masyarakat yang sadar akan dampak negatif fesyen cepat yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup.
Semakin banyak pula pihak yang tergerak untuk memperlambat laju limbah tekstil melalui fesyen lambat (slow fashion) yang mengutamakan pemilihan bahan dan proses produksi yang ramah lingkungan, dan menggunakan material berkualitas tinggi.
Hal ini ditandai dengan banyak bermunculan jenama fesyen yang menerapkan konsep sustainable dalam bisnis mereka.
Berdasarkan survei Sustainable Brands, sebanyak 54 persen jenama fesyen ramah lingkungan merasakan peningkatan permintaan sejak pandemi dimulai.
Sedangkan sebanyak 57 persen pembeli setuju untuk membuat perubahan signifikan melalui penerapan mode berkelanjutan untuk mengurangi dampak buruk lingkungan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.