KOMPAS.TV - Siapa sangka, di balik cantiknya busana yang digunakan masyarakat menyimpan ancaman sampah dan limbah tekstil.
Tingginya permintaan dibarengi cepatnya perubahan tren dalam industri tekstil dan turunannya, menjadi penyebab tingginya sampah yang dihasilkan oleh industri ini.
Limbah tekstil di Indonesia tentu tidak hanya datang dari konsumen, tetapi juga produsen. Sebagai salah satu industri terbesar di negara ini, fesyen menyumbang gas emisi dan polusi air terbesar kedua setelah industri minyak.
Untuk itu, pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Perindustrian memastikan, Indonesia terus berbenah dalam mengatasi sampah tekstil, salah satunya melalui fesyen sirkular yang ramah lingkungan.
Konsep ini bertujuan memperpanjang manfaat dari sebuah rantai produksi dan konsumsi, sehingga bisa menggunakan sumber daya dengan lebih efisien.
Fesyen Sirkular Jadi Unggulan
Industri dan produk tekstil TPT memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat laju pertumbuhan sektor industri tekstil dan pakaian jadi pada triwulan 3 Tahun 2022 mencapai angka 8,09 persen.
Sementara itu, kinerja ekspor sektor industri tekstil dan pakaian jadi pada periode januari hingga Juni 2022 sebesar 7,4 miliar USD meningkat 26,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu di angka 5,805 miliar USD.
Namun, tingginya permintaan yang dibarengi dengan cepatnya perubahan dalam industri tekstil dan turunannya menjadi penyebab tingginya sampah yang dihasilkan.
Lathifah Awliya Mashudi selaku Spesialis Daur Ulang Rantai Pasok Waste 4 Change mengatakan, sekarang sudah banyak sekali fashion yang dari segi produksi mengharapkan hasil yang banyak tetapi prosesnya cepat.
Ketika dilakukan, tentunya kualitas produknya yang dipilih pun juga terbatas seperti itu dan pada akhirnya itu bahan-bahan yang digunakan juga tentunya tidak ramah lingkungan. Lathifah mencontohkan bahan polyester dari plastik yang sulit didaur ulang.
Pemerintah Indonesia melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memastikan Indonesia terus berbenah dalam mengatasi sampah tekstil, salah satunya melalui fashion circular yang ramah lingkungan.
Sebuah konsep produk mode yang dirancang, bersumber, diproduksi, dan dilengkapi, dengan tujuan memperpanjang manfaat dari sebuah rantai produksi dan konsumsi, sehingga bisa menggunakan sumber daya dengan lebih efisien.
Konsep ini menjadi unggulan untuk mengubah arah tren fesyen cepat menjadi fesyen lambat yang lebih ramah lingkungan, juga sebagai upaya menjaga laju pertumbuhan sektor industri tekstil dan turunannya.
Konsep fashion circular merupakan konsep produk mode yang dirancang bersumber, diproduksi, dan dilengkapi dengan tujuan memperpanjang dari sebuah rantai produksi dan konsumsi sehingga bisa menggunakan sumberdaya dengan lebih efisien.
Direktur Lingkungan Hidup Bappenas Medrilzam mengatakan, Bappenas sangat konsen terkait dengan pengolah limbah tekstil secara keseluruhan.
Menurutnya, dalam kajian Bappenas pengelolaan limbah tekstil sangat berpotensi juga untuk kita dorong menjadi salah satu prioritas dalam konteks melaksanakan circular economy.
Konsep berkelanjutan dan ramah lingkungan ini sudah mulai berkembang ke berbagai lini. Diperlukan kesadaran dan pemahaman yang benar untuk mengimplementasikan konsep ini.
Langkah-langkah ekonomi sirkular yang diterapkan pada industri tekstil bukanlah sekadar manajemen pengelolaan limbah, tetapi juga manajemen pengelolaan sumber daya.
Ke depannya, konsep ini tidak hanya tentang environment-friendly saja, tetapi bahkan sampai job description-nya, proses penciptaan, serta lapangan kerja terkait.
Jadi, konsepnya harus betul-betul tercermin dari hulu ke hilir, tidak hanya berpedoman di konsumennya, tetapi pemahaman dari industri.
Tren fashion circular yang menjadi berkembang di seluruh negara, termasuk Indonesia, juga diamini Citra Sugianto, salah satu desainer senior yang juga pelopor label fashion ramah lingkungan Sejauh Mata Memandang.
Citra melihat kesadaran dan komitmen masyarakat, khususnya generasi muda akan bahaya limbah pakaian. Hal ini diperkuat data yang menyebutkan sebanyak 54 persen jenama fesyen ramah lingkungan merasa peningkatan permintaan sejak pandemi dimulai.
Di sisi lain, sebanyak 57 persen jenama memiliki kesadaran untuk membuat perubahan signifikan melalui penerapan model berkelanjutan guna mengurangi dampak buruk lingkungan.
Menurut citra, anak muda zaman sekarang sangat terbuka itu mereka sudah sangat paham mengenai fashion berkelanjutan serta sudah mulai produk-produk buatan dalam negeri.
Citra melihat adanya keinginan konsumen untuk seimbang dan melalui proses yang bertanggung jawab.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.