NATUNA, KOMPAS.TV - Aliansi Nelayan Natuna, Kepulauan Riau (Kepri), menolak kehadiran kapal-kapal cantrang yang mulai marak lagi di Perairan Naruna belakangan ini.
Malahan kapal-kapal yang berasal dari pantura itu melakukan tangkapan menggunakan cantrang di bawah 12 mil laut.
Hal ini terungkap dari pesan WhatsApp yang ramai di Kepri. Belakangan pesan viral tersebut diketahui dikirimkan nelayan Natuna ke Susi Pudjiastuti yang tak lain adalah mantan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Baca Juga: Susi Pudjiastuti Sebut Lobster Besar Sudah Jarang: Bibitnya Diambilin, Sekarang Boleh Dijual
"Assalamualaikum..apa khabar buk susi.. Apakah ibuk sehat2..saja,,, sekedar info buk.. Saat ini nelayan natuna betul2..tersiksa buk... Kapal cantrang telah bebas beroperasi dilaut natuna buk,, mereka rata2..bekerja di 12 mil buk... Miris buk.nasib nelayan tradisional kami.. Kami mau kerja apa lagi nanti kedepannya. Terumbu karang dan ikan akan punah buk.. .. Apa yg hrs kami lakukan saat ini buk.. Kasian anak cucu kami kedepannya nanti buk..." demikian bunyi pesan terebut.
Saat dikonfirmasi, Ketua Aliansi Nelayan Natuna, Kepulauan Riau (Kepri), Herman membenarkan pesan WhatsApp tersebut.
Bahkan Herman mengaku hal ini dilakukan karena mereka menolak kehadiran kapal-kapal cantrang yang saat ini mulai marak di Perairan Natuna.
"Kami berharap pemerintah dapat mempertimbangkan hal ini, karena jika hal ini terus dilakukan akan banyak terumbu karang yang rusak dan terancam punah," kata Herman, Selasa (14/7/2020).
Herman mengaku apa yang ditakutkan mereka ini sebelumya telah disampaikan ke pemerintah. Namun pada kenyataannya kapal cantrang ini tetap juga beroperasi di Laut Natuna.
"Tadi kami juga menginformasikan ke Bu Susi melalui pesan WhatsApp, namun belum direspons. Mungkin karena Bu Susi sedang sibuk," terang Herman.
Diakui Herman, pada dasarnya mereka para nelayan Natuna tidak mempermasalahkannya jika kapal cantrang beroperasi di atas 50 mil laut. Sebab nelayan Natuna rata-rata mencari ikan menggunakan kapal kecil atau kapal 5 GT.
Baca Juga: Merasa Dirugikan, Aliansi Nelayan Hadang Kapal Penambang Pasir
Nelayan Mandiri, Bukan Bos
Herman juga mengaku nelayan Natuna merupakan nelayan sepenuhnya alias tidak ada kerja sampingan selain nelayan atau bisa dikatakan nelayan mandiri.
Berbeda dengan nelayan yang ada di kapal cantrang, yang memiliki cukong atau bos atau pemilik kapal.
"Kenapa kami menolak, karena nelayan Pantura tidak seperti kami nelayan Natuna, yang merupakan nelayan mandiri," terang Herman.
Menurutnya, nelayan Natuna tidak ada yang menangkap ikan milik bos besar. Sebab, mulai dari kapal hingga alat tangkap, nelayan Natuna milik sendiri alias perorangan.
"Jadi satu nelayan bisa satu kapal, ada juga yang satu kapal 4 orang, namun bukan orang lain, mereka bersaudara atau kakak adik. Atau ada juga yang membuat kapal dengan cara bersama dan dipergunakan juga bersama," papar Herman.
Sementara nelayan Pantura merupakan nelayan yang bekerja dengan bos atau menangkap ikan menggunakan kapal dan alat tangkap milik bos.
"Seharusnya mereka tidak disebut nelayan, melainkan buruh nelayan. Karena bekerja dengan orang lain," jelas Herman.
Sementara untuk nelayan Natuna, tidak saja kapal dan alat tangkap milik sendiri, untuk proses menjualnya pun dilakukan sendiri.
Makanya, harga jualnya cukup tinggi karena ikan yang dijual murni ikan langsung dari tangkapan saat itu juga. Bukan ikan yang sudah dibekukan beberapa hari di lokasi penyimpanan atau gudang ikan yang berada di daratan.
Baca Juga: Susi Pudjiastuti Kritik Ekspor Benih Lobster, Komisi IV DPR Minta Menteri Lama Tidak Ikut Campur
Berharap Dapat Perlindungan Pemerintah
Herman juga mengaku selama mereka para nelayan Natuna selalu menjaga kearifan lokal, sehingga hasil laut Natuna selalu bisa dirasakan anak cucu meski telah beberapa kali turun temurun.
"Namun untuk saat ini kami jamin akan tidak ada lagi, karena kapal cantrag akan menyapu bersih semua terumbu karang dan ikan-ikan kecil yang ada di Natuna. Karena kapal Cantrang tersebut melakukan tangkap di bawah 12 mil, lebih tepatnya di sekitaran Pulau Subi," ungkap Herman.
Saat ini para nelayan Natuna hanya bisa pasrah dengan kebijakan pemerintah saat ini. Jika terus dibiarkan, Herman menilai bahwa nelayan Natuna akan kembali sengsara.
"Sudah dijarah nelayan asing, saat ini malah nelayan setanah air yang mejajah kami. Mungkin beginilah nasib nelayan pulau terdepan, berharap dapat perlindungan, yang ada malah terus terjepit," pungkas Herman.
Baca Juga: Polemik Ekspor Benih Lobster: Ditolak Susi, Kini Dilegalkan Edhy Prabowo, Apa Alasannya?
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.