A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Undefined property: stdClass::$iframe

Filename: libraries/Article_lib.php

Line Number: 241

Backtrace:

File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 241
Function: _error_handler

File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article

File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once

Bayi 3 Bulan PDP Corona Meninggal, Orang Tua: Perawat Enggan Mendekat, Dokter Tak Mengizinkan

Kompas TV regional berita daerah

Bayi 3 Bulan PDP Corona Meninggal, Orang Tua: Perawat Enggan Mendekat, Dokter Tak Mengizinkan

Kompas.tv - 24 April 2020, 13:44 WIB
bayi-3-bulan-pdp-corona-meninggal-orang-tua-perawat-enggan-mendekat-dokter-tak-mengizinkan
Ilustrasi bayi meninggal (Sumber: Tribunnews.com)
Penulis : Tito Dirhantoro

BUTON TENGAH, KOMPAS TV - Sulfiah, bayi berusia tiga bulan berstatus pasien dalam pengawasan atau PDP Covid-19 meninggal dunia pada Kamis (9/4/2020) di RSUD Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara.

Ditemui Kompas.com pada Kamis (23/4/2020), orang tua korban, La Nguna, menceriatakan awal mula anaknya menderita sesak nafas dan diberi status PDP hingga akhirnya meninggal dunia.

Bermula pada Rabu (8/4/2020), La Nguna bersama suaminya Hardiah membawa anaknya ke rumah sakit karena mengalami sesak nafas hingga penurunan kesadaran karena pneumonia berat. 

Saat di rumah sakit, La Nguna mengatakan, semula anaknya ditangani dengan baik. Namun, ada perawat yang melihat sepupunya baru pulang dari Kalimantan, membuat pihak rumah sakit curiga berlebihan.

Baca Juga: Cegah Covid-19, Bayi di RSIA Tambak Dipakaikan APD

“Awalnya ditangani dengan baik. Namun ada perawat yang lihat sepupu saya dari Kalimantan, mereka sudah curiga berlebihan,” kata La Nguna seperti dikutip dari Kompas.com.

Dari kecurigaan itulah, kondisi Sulfiah yang semakin memburuk, tapi tak ada tim medis yang berani mendekat. La Nguna sempat memohon agar tim medis bisa menangani anaknya. 

Namun, seorang perawat mengatakan dokter tak mengizinkan masuk ke ruangan anaknya dirawat.

"Ada perawat bilang tidak berani masuk karena dokter tidak mengizinkan masuk ke sana,” ucap La Nguna.

Ia kemudian mendapatkan penjelasan jika anak ketiganya itu mengalami gejala Covid-19. "Dari situ saya sudah putus asa dan kecewa, mereka tidak mau menangani anak saya,” tutur dia.

Dugaan anaknya Sulfiah terinfeksi virus corona dibantah oleh La Nguna. Buktinya, ia mengatakan, kondisi dirinya dan seluruh anggota keluarganya masih sehat. Termasuk neneknya yang berusia 80 tahun.

Dia menuturkan, sang nenek masih sehat walaupun sempat menggendong Sulfiah yang sakit.

“Saya punya nenek masih ada, 80 tahun. Waktu pertama anak saya sakit, nenek saya gendong cucu buyutnya, alhamdulillah sehat-sehat sampai sekarang," kata La Nguna.

Kekurangan APD

Sementara itu, Direktur RSUD Kabupaten Buton Tengah, Karyadi, mengatakan bayi Sulfiah merupakan pasien rujukan dari Puskesmas Mawasangka.

Bayi tiga bulan itu didiagnosis mengalami penurunan kesadaran karena menderita pneumonia berat.

“Akhirnya dilakukan nasogatrik tube dengan memasukkan selang melalui lubang hidung untuk memberi cairan. Kemudian dipasang saturasi oksigen 50 persen,” kata Karyadi. 

Dari gejala yang ditunjukkan Sulfiah, bayi 3 bulan tersebut ditetapkan sebagai PDP.

"Dokter menyatakan pasien masuk kategori PDP corona sesuai pedoman pencegahan pengendalian Covid-19 revisi ke-IV poin ketiga yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI,” kata Karyadi.

Dengan status PDP, tenaga medis yang akan berkontak langsung dengan pasien harus menggunakan alat pelindung diri (APD) sesuai standar Kementerian Kesehatan.

Baca Juga: Kisah Pasien Balita 3 Tahun di Yogyakarta yang Terinfeksi Virus Corona Hingga Sembuh

Karena keterbatasan APD, perawat terpaksa memantau pasien dari jarak tertentu. Pihak rumah sakit juga telah menyampaikan kondisi pasien kepada pihak keluarga.

Namun pihak keluarga meminta tetap dirawat setelah melihat kondisi pasien yang belum stabil dan masih tergantung dengan oksigen.

Karyadi menegaskan, tidak ada pembiaran atau penanganan yang tidak intensif yang dilakukan oleh tenaga medis.

“Hanya karena APD kita yang tidak memenuhi standar, sehingga penanganan lanjutan setelah pasien dinyatakan PDP corona petugas medis memilih menjaga jarak dan tak mengambil risiko," ujar Karyadi.

"SOP-nya itu kalau menangani PDP corona harus punya APD yang memenuhi standar sesuai petunjuk Kemenkes."




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x