A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Undefined property: stdClass::$iframe

Filename: libraries/Article_lib.php

Line Number: 238

Backtrace:

File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 238
Function: _error_handler

File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article

File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once

Tips Mengatasi Lahan Rusak Kawasan Bandung Utara (KBU)

Kompas TV regional berita daerah

Tips Mengatasi Lahan Rusak Kawasan Bandung Utara (KBU)

Kompas.tv - 29 November 2019, 19:37 WIB
tips-mengatasi-lahan-rusak-kawasan-bandung-utara-kbu
Penulis : Deni Muliya

 

BANDUNG, KOMPAS.TV - Alih fungsi lahan Kawasan Bandung Utara (KBU) dari hutan ke pertanian dan permukiman warga ternyata sudah berdampak bagi lingkungan sekitarnya.

Salah satu wilayah terdampak itu adalah kawasan Cicaheum Kota Bandung.

Warga di kawasan Cicaheum Kota Bandung ini mengeluhkan banjir yang kerap terjadi saat turun hujan.

Nah, salah satu penyebab banjir di sini karena sudah mengguritanya alih fungsi lahan KBU tersebut.

Sejatinya KBU ini memang diperuntukan resapan air.

Bukan malah dijadikan lahan pertanian produktif dan tempat permukiman atau perumahan warga.

“Banjir bisa tiga jam di sini (Cicaheum). Setelah itu surut. Tapi bersih-bersih rumah bisa dua minggu-an,” kata Wawan, warga Cicaheum, Bandung, kepada Reporter Nazla Afifa dan Kameramen Sunandar dari Kompas TV, Jumat (29/11/2017).

Menurut pria paruh baya ini, banjir tersebut akibat dari atas bukit (gunung) yang kini sudah pada gundul.

Tak ada pepohonan keras (besar) sebagai resapan dan membendung air.

“Di sana (perbukitan) sudah dibangun perumahan-perumahan. Dampaknya ke bawah sini. Pemerintah harus tanggulangi penanaman pohon besar lagi di atas (bukit/gunung) supaya jangan dibikin perumahan-perumahan,” ujar Wawan berharap.

Bagi pegiat Odesa Indonesia, Basuki Suhardiman, persoalan silang-sengkarut KBU itu harus dilakukan secara bertahap dan sinergi.

Pertama, terlebih dahulu harus dilakukan pemetaan kepemilikan tanah.

Karena kepemilikan wilayah agraria ini terbilang ada dua pihak, yakni antara pemerintah dalam hal ini Perhutani dengan masyarakat setempat yang berbeda-beda pemiliknya.

Selanjutnya baru pada tahapan edukasi kepada petani dan anak-anaknya.

Mereka ini harus diedukasi agar bersedia menanam pepohonan yang keras (besar) yang mampu menjadi peresap dan pembendung air.

“Edukasi ini memang butuh lama. Tidak cepat dan instan. Perubahannya relatif lama tapi pasti,” tutur Basuki.

Idenya sederhana, lanjut Basuki, “Mari kita sama-sama mencoba merawat wilayah-wilayah yang gundul tadi dengan cara menanam tanaman keras,”

Nah, konotasi tanaman keras ini, kata Basuki, petani menginginkan tanaman yang juga menghasilkan buah-buahan.

Buahnya itu untuk dijual sebagai pendapatan para petani.

Teknis penanamannya, Basuki menambahkan, bisa dicoba dengan jarak yang tidak terlalu rapat dengan tanaman sayur-mayur.

Sebab, jika jaraknya terlalu rapat bisa mematikan tanaman produktif pertanian mereka itu.

“Kalau dihitung ya jaraknya bisa sektiar 40-50 meter antara tanaman pertanian dengan pepohonan keras,” ungkap Basuki.

Jarak segitu jika dilakukan, Basuki melanjutkan, satu hektar bisa dapat seratus meter.

Namun demikian, mengatasi hal itu tak bisa sendirian.

Tapi harus bersama-sama dengan berbagai pihak untuk saling bersinergi.

“Ada kebutuhan lingkungan yang harus dipenuhi, tapi sisi lain ada juga kebutuhan yang tidak bisa diabaikan sama sekali,” kata Basuki.

 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x