SOLO, KOMPAS.TV – Deretan lampion yang didominasi warna merah dan kuning tergantung rapi di kawasan Pasar Gede, Kota, Solo, Jawa Tengah. Ribuan orang berjubel di bawah lampion-lampion itu.
Angin siang yang bertiup pelan, menggoyangkan deretan lampion tersebut ke kanan dan ke kiri, seperti menari mengikuti irama tetabuhan khas alat musik tradisional Tionghoa di tempat itu.
Di tepi jalan sebelah utara Pasar Gede, ratusan orang dengan kostum dan penampilan beragam bersiap mengikuti karnaval budaya Grebeg Sudiro.
Cuaca siang itu sangat cerah, bahkan sinar matahari cukup panas menyengat. Namun, ribuan peserta karnaval dan pengunjung yang berkumpul tak surut oleh teriknya mentari.
Sekitar tujuh pria berkostum tokoh pewayangan Semar berwarna merah berjalan dari arah utara menuju pasar, tempat panggung utama karnaval berada.
Beberapa meter di belakang rombongan Semar, seorang pria berkostum ksatria Tionghoa berjalan diiringi oleh pria lain yang mengusung dua ksatria wanita Tionghoa.
Sementara, tidak jaug dari mereka, serombongan penari gedruk bersiap melakukan atraksi, tepat di depan penjual mainan anak berupa miniatur barongsai dan liong atau naga.
Kelompok penari itu terdiri dari dua grup. Pertama, sekelompok pria berkostum raksasa dengan rambut awut-awutan.
Kelompok kedua adalah sejumlah penari wanita yang mengenakan pakaian khas Jawa. Gerakan mereka rapi dan tertata, dengan suara gemerincing dari lonceng kecil yang terpasang pada kaki para penari pria.
Di tepi sebelah timur jalan, dua perempuan berpayung sedang bercengkrama. Satu dari mereka membantu rekannya menata make up agar tampak lebih unik. Mereka menggunakan kaca jendela mobil sebagai cermin.
Di bagian depan, tidak jauh dari panggung utama, beberapa kelompok kesenian tradisional Tiongkok sudah berjajar rapi menunggu giliran untuk tampil dalam karnaval. Mulai dari kelompok penari Liong hingga Barongsai.
Sekitar pukul 13.00 WIB, kegiatan karnaval budaya dimulai dengan beberapa sambutan dari atas panggung, dilanjutkan dengan karnaval. Para peserta berjalan menuju Jalan Jenderal Sudirman.
Kemudian mereka menuju Jalan Mayor Kusmanto, Jalan Kapten Mulyadi, Ketandan, Jalan RE Martadinata, Jalan Cut Nyak Dien, Jalan Juanda, Simpang Warung Pelem, Jalan Urip Sumoharjo, dan kembali ke Pasar Gede.
Baca Juga: Foto-Foto Meriahnya Kirab Budaya Grebeg Sudiro di Kawasan Pasar Gede Solo
Sebanyak tiga mobil pemadam kebakaran dan satu unit ambulans mengiringi para peserta karnaval saat berkeliling. Mobil pemadam kebakaran juga menyiramkan air di ruas jalan yang akan dilalui oleh peserta.
Kegiatan karnaval budaya Grebeg Sudiro hari itu, Minggu (26/1/2025) adalah perhelatan rutin tahunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Surakarta dan warga dalam menyambut Imlek.
Grebeg Sudiro mulai dilaksanakan pada tahun 2008 lalu. Artinya, tahun ini merupakan yang ketujuh belas kalinya perhelatan itu berlangsung.
Event tersebut bukan hanya sebagai obyek wisata, melainkan juga wujud nyata dari semangat kebersamaan antaretnis yang ada di Kota Solo, khususnya di Sudiroprajan yang dikenal sebagai pecinan.
“Semangat kebersamaan yang menggabungkan dua budaya besar, yakni Jawa dan Tionghoa, yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Sudiroprajan selama bertahun-tahun,” kata Ketua Panitia Grebeg Sudiro 2025, Arsatya Putra Utama, dalam laporannya.
Meski sudah belasan tahun terselenggara, panitia pelaksana Grebeg Sudiro tahun ini terus mengingatkan bahwa masyarakat harus terus hidup rukun berdampingan meski berasal dari latar belakang etnis dan budaya berbeda.
Oleh sebab itu, panitia mengambil tema “Harmony in Diversity” pada event Grebeg Sudiro tahun ini.
“Mengingatkan kita bahwa meski kita berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, namun dapat hidup berdampingan dengan penuh rasa hormat dan saling memahami.”
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.