"Kita enggak mau kalau kemudian dihubungkan karena nanti akan jadi ada jalan akses ke mana-mana (untuk umum). Karena jalan di kompleks kita itu kan yang kita pelihara sendiri sejak dulu, sejak dibikin, kita jaga sendiri,” jelas Heru, Jumat (20/12/2024), dikutip dari sumber yang sama.
Menurut penjelasannya, pihak pengembang tetap bersikeras untuk membangung jembatan tersebut, dan berujung pada pengajuan gugatan terhadap dirinya dan sejumlah warga lainnya.
“(Mereka menggugat) dengan alasan bahwa dianggap para Ketua RT dan Ketua RW ini telah melawan hukum menghalangi mereka untuk membuat perumahan,” ucapnya.
Di sisi lain, gugatan pengembang terhadap warga tersebut tidak diterima oleh PN Depok. Putusan tersebut diketok pada 15 Oktober 2024 lalu.
Tak terima dengan putusan tersebut, pengembang perumahan tersebut kemudian melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Bandung.
Hasilnya, majelis banding PT Bandung membatalkan putusan PN Depok tersebut dan menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi sebesar Rp40,85 miliar ke pihak pengembang perumahan CGR.
"Menghukum para Terbanding semula para tergugat untuk membayar ganti rugi kepada pembanding semula penggugat sebesar Rp 40.849.382.721,50," demikian bunyi putusan PT Bandung.
Adapun pertimbangan putusan tersebut yakni 75 persen dari 100 unit rumah yang akan dibangun telah terjual.
Namun, dengan adanya persoalan tersebut, membuat para pembeli membatalkan transaksinya.
Dalam putusannya, hakim tidak bisa menerima alasan gangguan keamanan yang diberikan oleh tergugat untuk menolak pembangunan jembatan. Menurut hakim, alasan tersebut terkesan berlebihan.
Baca Juga: Sengketa Lahan di Pulau Adonara NTT, Tersangka dan Korban Terus Bertambah!
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.