Seorang pengemudi mobil uji coba tersebut, Setiyadi (53), yang ditemui di sekitar kawasan Keraton Yogyakarta, Senin (12/8/2024) mengaku tidak banyak perbedaan yang ia rasakan setelah menggunakan solar berbahan sampah plastik.
Bahkan, Setiyadi menyebut tarikan gas mobilnya seikit lebih ringan setelah menggunakan bahan bakar tersebut.
“Kalau masalah boros (BBM) atau tidak, itu tergantung penggunaan juga,” ucapnya.
Mobil itu juga telah melakukan uji emisi setelah penggunaan solar sampah plastik. Hasilnya, mobil yang dikemudikannya secara bergantian dengan rekannya tersebut dinyatakan lolos uji emisi.
“Niki kolo wingi niku pun uji emisi, hasile lebih ramah lingkungan (Ini sudah ikut uji emisi, hasilnya lebih ramah lingkungan),” jelasnya.
Proses pengolahan sampah plastik menjadi solar tersebut tidak rumit. Pertama, sampah-sampah plastik yang ada dimasukkan ke dalam tabung reaktor kedap udara.
Dengan mesin pirolisis tersebut, sampah tidak lagi dibakar, melainkan dipanaskan hingga mencapai suhu tertentu.
“Jadi masuk ke ruang kedap udara. Sistemnya dipanaskan, bukan dibakar. Dipanaskan pakai kompor berbahan bakar gas elpiji.”
“Jadi tabung reaktor dipanasi dari bawah, terus akan ada uapnya. Nah, uapnya itu yang diproses kondensasi jadi cairan,” kata Dani, Jumat.
Cairan hasil kondensasi uap hasil pembakaran itulah yang menjadi solar. Sementara, uap yang tidak terkondensasi akan menjadi gas propylene. Dani menyebut tidak ada zat karsinogen dari pemanasan sampah plastik tersebut.
Di tempat itu, gas propylene yang dihasilkan dari pemanasan langsung digunakan sebagai bahan bakar kompor. Hingga kini pihaknya belum bisa menampung gas tersebut dalam suatu wadah karena terkendala peralatan.
“Sekarang ini belum ada alatnya untuk menampung gas yang keluar, jadi kita langsung manfaatkan ke kompor untuk masak.”
Proses pengolahan dari masing-masing mesin tersebut berbeda. Untuk mesin pirolisis berkapasitas 20 kilogram, prosesnya sekitar empat jam. Sedangkan mesin berkapasitas 50 kilogram sekitar tujuh jam.
“Jadi, setelah selesai, kita pisahkan dulu air dengan solarnya. Airnya pasti mengendap di bagian bawah,” Feri, rekan Dani, menambahkan.
Solar hasil olahan itu akan disimpan terlebih dulu dalam tong yang ada, sambil menunggu mobil ‘Sithole’ datang untuk mengisi bahan bakar.
Selain untuk bahan bakar ‘Sithole’, solar itu juga akan digunakan pada event yang akan dilaksanakan pada Oktober mendatang.
“Kan untuk kerja samanya cuma satu bulan ya, karena kan solarnya bakal disimpan untuk kegiatan Get The Fest,” kata Dani.
Kegiatan edukasi isu lingkungan itu rencananya akan dilaksanakan dalam bentuk konser musik dan pasar tradisional.
Nantinya, bahan bakar yang akan digunakan untuk generator atau genset dan keperluan lain akan menggunakan solar dari sampah plastik yang sudah diolah.
“Ini kan istilahnya mesin pirolisis ini kan dipinjamkan, jadi nanti kemungkinan dikembalikan lagi. Jadi kami hanya bantu mengolah.”
Dani mengaku pihaknya telah melakukan audiensi dengan pemerintah setempat mengenai pengolahan sampah plastik menjadi BBM. Ia berharap pemerintah setempat berkenan mengadopsi gerakan itu.
“Kami juga sudah audiensi ke pemerintah setempat, apakah bisa diadopsi, lumayan banget kan. Harapannya seperti itu, supaya berkelanjutan,” ucapnya berharap.
Terlebih, menurut dia, gerakan dari masyarakat sudah cukup baik. Mereka memilah sendiri sampah rumah tangga dan meminimalisir sampah plastik ke sungai maupun selokan.
“Warga yang sudah nyetor sampah kan saya bilangin bahwa ini kurang lebih sampai Oktober bisa nerima sampahnya, mereka bingung, habis Oktober kami ke mana.”
“Padahal kan gerakan dari masyarakat sudah oke banget, maksudnya bisa menyetop sampah plastik agar tidak bocor ke perairan. Masuk sungai, udah lepas ke pantai,” tuturnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.