JAKARTA, KOMPAS.TV - Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Adrianus Meliala, menduga kematian ayah dan anak di Koja yang mayatnya baru ditemukan beberapa hari kemudian pada Sabtu (28/10/2023), disebabkan faktor penyakit.
"Saya menduga, sang ayah meninggal karena sakit terminal seperti sakit jantung yang mendadak. Lalu kemudian sang anak yang kecil itu kemudian karena entah jatuh atau dipukul," kata Adrianus dalam program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Senin (30/10/2023).
Sedangkan terkait sang ibu dan anak sulung yang ditemukan dalam kondisi lemas, dia menduga ada masalah kesehatan mental.
"Sang ibu dan juga anak sulung kemungkinan ada konteks ketidaksehatan mental sehingga tidak bisa mencari bantuan atau tidak mencari bantuan, lalu dalam situasi yang juga lemah sampai kemudian ditemukan oleh masyarakat," urainya.
Adrianus melihat ada persamaan antara kasus penemuan mayat ayah dan anak di Koja dan dua kasus sejenis sebelumnya yang terjadi di Cinere dan Kalideres beberapa waktu lalu.
"Ada hal yang sama saya kira dalam konteks ke kasus Koja, kasus di Kalideres maupun di Cinere adalah bahwa para korban memutus hubungan secara sengaja dengan tetangga, keluarga," lanjutnya.
"Sehingga kemudian ketika ada apa-apa dengan keluarga itu, maka tidak bisa mengharapkan ada support system (sistem dukungan, red) dari rekan-rekan sekitar lalu meninggal secara tragis," jelas Adrianus.
Adrianus menduga ada dua hal yang menjadi penyebab sang ibu tidak melaporkan kematian suami dan anaknya.
"Saya menduga dua hal. Pertama, kondisinya sudah malnutrisi ya, sudah tidak mendapatkan asupan makanan cukup lama sehingga dia berada dalam kondisi yang setengah sadar. Namun di bawah alam sadar, selaku ibu ya, masih mengingat anaknya," paparnya.
Baca Juga: Kriminolog UI soal Temuan Jasad Ayah dan Anak di Rumah: Mirip Kasus Cinere dan Kalideres
"Atau yang kedua adalah dia punya gangguan mental seperti hilang ingatan dan hanya ingat hal-hal penting di hidupnya, termasuk anaknya," tuturnya.
Adrianus berpendapat, banyaknya fenomena orang yang mati di rumah dan tidak dilaporkan sehingga baru diketahui beberapa hari kemudian, disebabkan semakin banyak orang yang hidup sendiri.
"Kita sekarang memang dididik untuk hidup sendiri, hidup stand alone gitu ya. Kalau ada apa-apa kita tanggung sendiri akibatnya," ujarnya.
"Semisalnya ada beberapa kasus di Jakarta ini, di mana orang meninggal di apartemen, tinggal sendirian dan baru ketahuan setelah baunya ke mana-mana. Itu pada konteks strata yang lebih atas," terang Adrianus.
"Dalam strata yang lebih bawah, begitu juga yang tinggal di perumahan yang di tanah, situasinya sama. Tidak mau bergaul dengan yang lain, tidak berkomunikasi dengan orang lain. Kemudian kalau ada apa-apa, ya begini situasinya, ironis dan mengenaskan," pungkasnya.
Baca Juga: Kesaksian Warga Sekitar Lokasi Kasus Temuan Jenazah Ayah dan Anak Balita Membusuk dalam Rumah
Diberitakan sebelumnya, jasad ayah dan anak tersebut ditemukan dalam kondisi sudah membengkak di dalam rumah di Jalan Balai Rakyat V, RT 006, RW 003, Tugu Selatan, Koja, Jakarta Utara, Sabtu (28/10/2023).
Warga yang mencium aroma busuk pun melapor ke polisi. Begitu rumah didobrak, ditemukan dua jasad ayah dan anak yang sudah membusuk.
Sang ibu dan anak sulungnya juga ditemukan di dalam rumah dengan kondisi lemas. Keduanya kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta untuk mendapatkan perawatan.
Polisi lantas melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan memeriksa sejumlah saksi. Pada Minggu (29/10/2023), polisi kembali menggelar olah TKP kedua di lokasi penemuan mayat tersebut.
Polisi bersama anggota Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) datang untuk melengkapi bukti sebelumnya.
Dari rumah korban, mereka membawa sejumlah dokumen, handphone, dan obat-obatan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.