JAKARTA, KOMPAS.TV - Kementerian Kesehatan atau Kemenkes menjelaskan kronologi kejadian antraks di wilayah Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Diketahui, tercatat 3 warga Gunungkidul meninggal dunia akibat terjangkit antraks.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi menyebut kejadian itu bermula dari penyembelihan sapi yang mati pada 18 Mei 2023 lalu, yang dagingnya kemudian dibagikan untuk dikonsumsi.
"Kasus kematian sapi pada 18 Mei, kemudian disembelih. Jadi sapinya ini sakit kemudian disembelih, dan dibagikan keluarga untuk dikonsumsi," kata Imran dalam konferensi pers secara daring, Kamis (6/7/2023).
"Jadi ini yang menjadi salah satu penyebab penyebarannya," imbuhnya.
Kemudian, pada 20 Mei 2023, kata dia, terdapat seekor kambing milik seorang warga berinisial KR, yang juga mati, kemudian dipotong dan dibagikan ke warga untuk dikonsumsi.
Seiring dengan itu, sapi warga SY juga mati dan daging hewan ternaknya tersebut pun dibagikan untuk dikonsumsi.
Imran menyebut salah satu korban yang meninggal, yakni WP, diketahui sempat membantu SY menyembelih sapinya tersebut.
"Yang meninggal ini Bapak WP, membantu menyembelih sapi Bapak SY tadi. Kemudian tanggal 1 Juni Bapak WP masuk rumah sakit dengan keluhan gatal-gatal, bengkak, dan luka," jelasnya.
"Waktu (WP) diperiksa, ada sampelnya yaitu positif spora antraks dari sampel tanah tempat penyembelihan sapi tadi," imbuhnya.
Pada 3 Juni 2023, WP pun dirujuk ke Sardjito untuk pengambilan sampel darah, dan didiagnosis suspek antraks.
"Kemudian tanggal 4 Juni, Bapak WP meninggal dunia," ujarnya.
Baca Juga: Bagaimana Penyakit Antraks Dapat Menyebabkan Kematian pada Manusia? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Lebih lanjut, ia berujar, tren kejadian antraks di Yogyakarta hampir setiap tahun terjadi, di antaranya pada 2019 sebanyak 31 kasus, dan 2022 sebanyak 23 kasus, meskipun selama ini belum ada laporan terkait kematian.
"Baru pada 2023 ini ada tiga kasus kematian akibat antraks di Indonesia. Satu suspek (WP) karena sudah ada hasil pemeriksaan laboratorium. Yang dua lainnya belum sempat diperiksa karena langsung meninggal," katanya.
Menurut Imran, tim investigasi kasus antraks di Yogyakarta telah memastikan dua pasien tersebut memiliki riwayat kontak dengan sapi yang positif antraks.
Antraks merupakan penyakit pada hewan pemakan rumput dan hewan liar, tetapi dapat menyerang manusia (bersifat zoonosis).
Adapun antraks disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis yang kemudian dapat membentuk spora bila berada dalam kondisi lingkungan yang kurang sesuai.
Imran menyebut spora dapat bertahan hingga 40 tahun di dalam tanah.
Menurut penjelasannya, spora yang dihasilkan oleh bakteri Bacillus anthracis penyebab penyakit antraks ini umumnya masuk ke manusia dengan dua cara, yakni melalui luka atau mengonsumsi hewan ternak yang sakit.
"Spora ini bisa masuk ke manusia, melalui luka pada tubuh, atau makan dan minum dengan kandungan spora tadi. Bakteri ini juga bisa dimakan oleh hewan. Di mana hewan yang sakit ini dagingnya dikonsumsi manusia," jelasnya.
"Jadi ada dua cara (antraks menyerang manusia), bisa langsung dari tanahnya sendiri yang ada sporanya, bisa juga masuknya melalui hewan sakit yang dagingnya dikonsumsi manusia," tegasnya.
Baca Juga: Waspada Kasus Antraks di Gunungkidul, Pemerintah Lakukan Penyemprotan Disinfektan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.