PROBOLINGGO, KOMPAS.TV – Pembatalan pernikahan Aurilia Putri Cystin (20) dan Adi Suganda (23) di Probolinggo, Jawa Timur berujung gugatan Rp3 miliar oleh pihak mempelai perempuan.
Acara ijab kabul pernikahan tersebut rencananya digelar di Gedung Paseban Sena, Jalan Suroyo, Kota Probolinggo, pada 19 Juli 2022.
Dalam foto yang ada, mempelai perempuan Aurilia Putri Cystin berdiri mengenakan kebaya pengantin tanpa mempelai laki-laki, Adi Suganda.
Mempelai pria tidak hadir pada ijab kabul itu, padahal acara itu disebut telah disiapkan secara matang, mulai gedung, perias, juru foto, hingga hidangan untuk tamu.
Mempelai pria mencabut berkas permohonan pernikahan yang telah diajukan ke Kantor Urusan Agama (KUA) sebelum hari H acara.
Sekitar dua bulan usai resepsi pernikahan, pihak calon pengantin perempuan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Probolinggo.
Baca Juga: Viral Kisah Batal Nikah di Palembang, Sekretaris Desa Harap Pihak Perempuan Pulang untuk Klarifikasi
Melansir Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Probolinggo, gugatan perdata tersebut diajukan pada Selasa (13/9/2022), dan telah dilakukan sidang selama beberapa kali.
Agenda sidang pada Kamis (19/1/2023) kemarin adalah mendengarkan keterangan saksi dari pihak penggugat atau mempelai perempuan, baik dari keluarga, perias pengantin, maupun juru foto.
“Adi Suganda seharusnya di samping Aurilia Crystin saat resepsi berlangsung. Menghadiri acara resepsi pernikahan. Tapi calon suami itu tidak ada di sana, setelah membatalkan pernikahan dua hari jelang resepsi,” kata kuasa hukum pihak calon pengantin perempuan, Mulyono, kepada Kompas.com, Jumat (20/1).
Ia menyebut, pemutusan perjanjian secara sepihak merupakan perbuatan melanggar hukum, sesuai dengan Pasal 1338 KUHPerdata, Yurisprudensi Nomor 4 Tahun 2018, Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1051 Tahun 2014, dan Yurisprudensi Nomor 580 Tahun 2016.
Dalam gugatannya, keluarga pihak pengantin perempuan menuntut ganti rugi sebesar Rp 3 miliar, dengan rincian Rp 1 miliar untuk kerugian material seperti biaya pernikahan dan Rp 2 miliar untuk biaya immaterial.
Biaya immaterial tersebut antara lain berupa pemaksaan hubungan suami istri, ijab kabul tanpa dihadiri pengantin pria, hinga cemoohan yang diterima oleh keluarga pihak mempelai wanita, seperti tercantum dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Probolinggo.
Menurut Mulyono, angka gugatan tersebut bukan mengada-ada, sebab rasa malu yang harus ditanggung oleh keluarga perempuan merupakan kerugian immaterial.
“Rasa malu yang ditanggung itu merupakan kerugian immaterial. Kerugian immaterial sesungguhnya tidak bisa ditukar dengan uang,” kata Mulyono.
Pihak calon mempelai perempuan menyebut, resepsi pernikahan terpaksa tetap dilangsungkan lantaran undangan telah disebar, meski pengantin pria tidak hadir karena membatalkan pernikahannya.
Sementara itu, pihak calon mempelai pria menilai angka gugatan itu tidak akal dan mengada-ada.
Kuasa Hukum calon mempelai pria Ari Suganda, Hari Musahidin bahkan menyebut angka itu terkesan merupakan pemerasan.
“Biaya resepsi pernikahan yang dibatalkan dua hari jelang hari H, sekitar Rp 20-30 juta. Itu masih wajar. Namun itu hak penggugat,” kata Hari.
Hari pun menanggapi mengenai resepsi pernikahan yang sudah digelar tanpa mempelai laki-laki.
“Dilihat dari pembuktian persidangan kemarin, resepsi pernikahan sudah digelar. Namun dilihat dari foto dan judulnya bukan resepsi pernikahan, tetapi acara tasyakuran keluarga,” kata Hari.
Mengenai adanya hubungan suami istri, menurut Hari, berdasarkan penjelasan kliennya, hal itu terjadi bukan lantaran paksaan.
Melalui kuasa hukumnya, Ari Suganda juga mengaku memiliki alasan dirinya membatalkan pernikahan.
Baca Juga: Perempuan Batal Nikah di Palembang Beri Klarifikasi, Bantah Isu Pernah Batal Menikah 4 Kali
Ia merasa sakit hati lantaran ibu kandungnya dicemooh dengan kata-kata tak pantas oleh calon mertua.
Kata Hari, saat itu calon mertua menyuruh ibu kandung Ari bekerja secara tak pantas atau menjual diri untuk mencari pinjaman uang.
"Nah maksud mencari pinjaman ini untuk biaya pernikahan atau membayar cicilan kredit mobil milik mertua, kami belum paham," katanya.
Perkataan-perkataan yang kurang pantas didengar, kata dia, memang kerap terlontar.
"Calon mertua Ari juga sering mengatakan agar pernikahan Ari dibatalkan tanpa sebab jelas. Namun saat itu tidak pernah ditanggapi oleh orangtua Ari," katanya.
"Namun karena ibunya dihina dengan sebutan tak pantas, Ari lalu memantapkan hati membatalkan pernikahan yang rencananya digelar 19 Juli lalu," ujar Hari.
Sumber : Kompas TV, Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.