KLATEN, KOMPAS.TV — Demi mencegah penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan, sejumlah pasar hewan ditutup sementara.
Salah satunya penutupan sementara pasar hewan di Klaten, Jawa Tengah.
Hari ini, Selasa (7/6/2022), masa penutupan sementara pasar hewan berakhir.
Lantas, apakah penutupan pasar hewan tersebut akan diperpanjang atau dicabut pemberlakuannya?
Bupati Klaten Sri Mulyani menyatakan, pihaknya baru akan melakukan evaluasi pada Rabu (8/6/2022) mendatang.
Setelah berakhirnya masa penutupan sementara pasar hewan yang telah dilakukan sejak Kamis (25/5/2022).
Meski begitu, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa dirinya membuka opsi perpanjangan penutupan pasar hewan.
Terutama, jika dari hasil evaluasi masih menunjukkan adanya lonjakan kasus PMK.
"Penutupan pasar hewan akan kita evaluasi setelah 7 Juni, kalau kasus masih meningkat dan kita kaji itu memang penularan dari pasar, ya mungkin bisa kita perpanjang," kata Sri Mulyani seperti dilansir dari TribunJogja.com, Rabu (7/6/2022).
Sementara itu, berdasarkan data Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), kasus PMK di Kabupaten Klaten belum menunjukkan tanda-tanda penurunan.
Diketahui, per Senin, DKPP mencatat kasus sapi suspek PMK terus bertambah.
Berdasarkan data Pemkab Klaten secara kumulatif hingga Minggu (5/6/2022) pukul 17.00 WIB tercatat ada 441 ekor sapi terindikasi PMK.
Dari jumlah itu yang sembuh ada 46 ekor dan positif nol kasus.
Baca Juga: Mencemaskan, Setiap Hari Ada yang Mati, Peternak Harap Wabah PMK Ditetapkan sebagai Bencana Nasional
Kepala DKPP Kabupaten Klaten, Widiyanti mengatakan, dari 441 kasus sapi suspek PMK itu, 67 persen karena ada penambahan ternak baru.
Sedangkan sisanya karena penularan di lokasi yang sudah ada kasus PMK dan kemudian menular ke ternak lainnya.
Menurut dia, tingkat penularan PMK sangat cepat.
Seekor sapi yang terindikasi PMK bisa menularkan ke sapi yang lainnya.
Virus PMK bisa menular melalui udara pada jarak radius hingga 10 kilometer.
"Jangkauan virus PMK sesuai dengan yang kami terima dari Kementerian Pertanian sampai radius 10 kilometer. Dan sifatnya itu airborne bisa lewat udara," kata Widiyanti dikonfirmasi Kompas.com, Senin (6/6/2022).
Widiyanti mengaku, pihaknya masih kesulitan melakukan deteksi dini ternak yang terindikasi PMK karena tidak memiliki tes antigen.
Pihaknya baru mengetahui ternak tersebut terindikasi PMK setelah menunjukkan gejala klinis.
"Kemarin sebelum penutupan pasar, sebagai contoh di pasar hewan pada saat itu diperiksa oleh dokter hewan, di situ belum menunjukkan tanda klinis. Ternyata ada yang membeli sehingga bisa masuk ke pasar hewan. Tiga hari kemudian laporan kalau ternaknya sakit," terang dia.
"Karena kita tidak punya antigen, sehingga kita tidak bisa melakukan deteksi dini keberadaan virus di dalam ternak tersebut. Teman-teman dokter hewan ini bisa menjustifikasi kalau sudah melihat tanda-tanda klinis itu muncul," sambung Widiyanti.
Sebagai antisipasi, pihaknya mengimbau masyarakat supaya tidak membeli ternak baru dari luar daerah, meskipun harga yang ditawarkan itu murah.
Hal tersebut untuk mencegah agar virus PMK tidak masuk dan menulari terhadap hewan ternak lainnya di kandang.
Widiyanti mengimbau kepada masyarakat khususnya di daerah yang belum terpapar virus PMK untuk tidak memasukkan ternak baru ke dalam kandang.
"Tolong tidak usah memasukkan ternak baru ke kandang. Kan kita tidak tahu ternak baru itu apakah sudah terpapar virus apa belum," kata dia.
"Dari kasus kemarin setelah kita cek dari per kasus di setiap wilayah yang muncul (PMK) kita investigasi. Ini asal usulnya dari mana, kapan, rata-rata adanya masuknya ternak baru," lanjutnya.
Baca Juga: Penanganan PMK, Ganjar Giatkan Gerakan Jogo Ternak
Sumber : Kompas.com/TribunJogja
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.