Severity: Notice
Message: Undefined property: stdClass::$iframe
Filename: libraries/Article_lib.php
Line Number: 241
Backtrace:
File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 241
Function: _error_handler
File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article
File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once
JAKARTA, KOMPASTV – Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) menemukan sejumlah permasalahan dari empat aspek terkait pelaksanaan program Kartu Pra Kerja.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan temuan tersebut di dapat dari kajian KPK sebagai pelaksanaan tugas monitoring.
Pertama soal proses pendaftaran. Alex menjelaskan berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan BPJS Ketenagakerjaan terdapat 1,7 pekerja yang terkena PHK dan sudah tidak ikut kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
Baca Juga: KPK Temukan Konflik Kepentingan dan Potensi Kerugian Negara dalam Program Kartu Pra Kerja
Menurut Alex dari 1,7 pejerja yang terdampak PHK hanya 143 ribu pekerja yang mendaftar secara daring program Kartu Pra Kerja.
Di sisi lain sebagian besar peserta yang mendaftar untuk tiga gelombang, yaitu 9,4 juta pendaftar, bukanlah target yang disasar oleh program Kartu Pra Kerja.
KPK, kata Alex, menyarankan agar peserta yang disasar dapat diambil dari data pekerja terdampak PHK dari Kemenakertrans dan BPJS Ketenagakerjaan dan tidak perlu mendaftar daring melainkan dihubungi manajemen pelaksana sebagai peserta program.
Permasalahan selanjutnya yakni pelaksana Kartu Pra Kerja yang menggunakan fitur face recognition untuk kepentingan pengenalan peserta dengan anggaran Rp30,8 miliar sangat tidak efisien.
Baca Juga: KPK Telisik Laporan Dugaan Korupsi di Program Kartu Pra Kerja
KPK menilai penggunaan NIK dan keanggotaan BP Jamsostek sudah memadai sehingga tidak perlu fitur face recognition yang menelan anggaran.
"Cukup menggunakan NIK sebagai identifikasi peserta sudah memadai, tidak perlu dilakukan penggunaan fitur lain yang mengakibatkan penambahan biaya," ujar Alex di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (18/6/2020).
Selanjutnya soal materi pelatihan. KPK menilai kurasi materi pelatihan tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai. Sebab, hanya 13 persen dari dari 1.895 pelatihan yang memenuhi syarat.
KPK telah mengambil contoh dari 1.895 pelatihan, diambil 327 pelatihan secara acak. KPK menelusuri di internet untuk memastikan ada atau tidak yang menyediakan secara gratis, ternyata ditemui 89 persen memberikan materi secara gratis, hanya nama dan kontennya saja yang berbeda.
Baca Juga: KPK Terima 303 Keluhan Soal Bansos Corona
“Jadi hanya 11 pesen dari pelatihan yang benar-benar pantas dibayar atau hanya sekitar 200 pelatihan. Karena 89 persen dari pelatihan tersedia di internet dan tidak berbayar termasuk di laman prakerja.org net,” ujar Alex.
KPK merekomendasikan kurasi materi pelatihan dan kelayakannya untuk menentukan apakah dilakukan secara daring, agar melibatkan pihak-pihak yang kompeten dalam area pelatihan serta dituangkan dalam bentuk petunjuk teknis.
Kemudian materi pelatihan yang teridentifikasi sebagai pelatihan yang gratis melalui jejaring internet, harus dikeluarkan dari daftar pelatihan yang disediakan lembaga pelatihan termasuk di laman prakerja.org.
KPK, kata Alex juga meyoroti soal metode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif serta merugikan keuangan negara. Hal ini karena metode pelatihan hanya satu arah dan tidak memiliki mekanisme kontrol atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya oleh peserta.
Baca Juga: Kartu Pra Kerja di Tengah Pandemi, Pemerintah: Tidak Semua Terbantu
KPK menemukan lembaga pelatihan sudah menerbitkan sertifikat meskipun peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih dan peserta sudah mendapatkan insentif meskipun belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli sehingga negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta.
Untuk hal ini, KPK, kata Alex merekomendasikakn pelaksanaan pelatihan daring harus memiliki mekanisme kontrol agar tidak fiktif.
“Misalnya pelatihan harus interaktif sehingga bisa menjamin peserta yang mengikuti pelatihan mengikuti keseluruhan paket," ujarnya.
Alex menambahkan kajian dan rekomendasi telah dipaparkan kepada Kemenko Perekonomian dan pemangku kepentingan lainnya dalam rapat pada 28 Mei 2020 dan Kemenko Perekonomian sepakat untuk melakukan perbaikan tata kelola Program Kartu Prakerja berdasarkan rekomendasi.
Baca Juga: Disabilitas Minta Diloloskan Daftar Kartu Pra Kerja
"Kemenko Perekonomian juga sepakat menunda pelaksanaan batch IV sampai dengan dilaksanakan perbaikan tata kelola Program Kartu Pra Kerja,” ujar Alex.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.