Kompas TV nasional hukum

Kasus Megakorupsi Pertamina Berlangsung 5 Tahun, Pengawasan Tata Kelola Migas Dipertanyakan

Kompas.tv - 4 Maret 2025, 20:18 WIB
kasus-megakorupsi-pertamina-berlangsung-5-tahun-pengawasan-tata-kelola-migas-dipertanyakan
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Yuris Rezha Darmawan menegaskan pengawasan tata kelola minyak dan gas (migas) harus diperkuat menyusul terkuaknya kasus megakorupsi yang melibatkan sejumlah pimpinan anak usaha Pertamina. (Sumber: KONTAN/ MURADI)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Desy Afrianti

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Yuris Rezha Darmawan menegaskan pengawasan tata kelola minyak dan gas (migas) harus diperkuat menyusul terkuaknya kasus megakorupsi yang melibatkan sejumlah pimpinan anak usaha Pertamina.

Yuris menyebut pemberantasan praktik mafia migas tidak cukup sekadar menindak pelaku. Perbaikan sistem pengawasan tata kelola migas juga harus diperbaiki secara menyeluruh.

"Dalam memberantas praktik-praktik mafia migas. Tidak hanya melalui penindakan terhadap pelaku, tetapi juga melalui perbaikan sistem pengawasan yang lebih ketat di sektor migas," kata Yuris dalam keterangannya di Yogyakarta, Selasa (4/3/2025).

Baca Juga: Dugaan Korupsi di Pertamina, Anggota Komisi VI DPR Minta Menteri BUMN Erick Thohir Bertanggung Jawab

Peneliti Pukat UGM itu pun menyoroti kasus megakorupsi Pertamina yang diduga berlangsung selama lima tahun, antara 2018 hingga 2023. Menurutnya, hal ini menunjukkan pengawasan yang lemah terhadap tata kelola migas.

Yuris menyampaikan, skema korupsi yang merugikan negara setidaknya Rp193,7 triliun ini diawali pengondisian agar produksi minyak mentah dalam negeri menurun. Kemudian, penurunan produksi ini dijadikan alasan untuk mengimpor minyak mentah.

"Modus seperti ini sebetulnya bukan yang pertama kali. Bahkan di kasus-kasus korupsi impor yang lain, modus korupsi terencana selalu dimulai dari pengondisian jumlah suatu produk sehingga pemerintah punya dalih untuk melakukan impor," katanya.

Yuris berharap Kejaksaan Agung serius mengusut kasus ini. Pihak terkait pun didesak lebih transparan dan akuntabel dalam distribusi dan alokasi energi.

Untuk memperkuat pengawasan, Yuris menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat, media, dan organisasi masyarakat sipil agar celah yang dimanfaatkan mafia migas bisa diminimalisasi.

"Masyarakat dapat mengawasi distribusi BBM dan melaporkan jika ada penyimpangan melalui Aplikasi MyPertamina dan Lapor.go.id," kata Yuris dikutip Antara.

"Kedua, masyarakat bisa mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahap distribusi dan alokasi energi melalui media dan media sosial. Hal ini tentunya karena keduanya bisa menjadi alat yang kuat untuk menyuarakan masalah ini melalui petisi atau kampanye digital."

Yuris menilai pemerintah seharusnya mempertimbangkan pemberian kompensasi bagi masayarakat yang terdampak langsung kasus korupsi ini. Masyarakat yang terdampak megakorupsi Pertamina dinilai belum mendapatkan akses keadilan.

Baca Juga: Kemendag Panggil Pertamina Patra Niaga soal Isu BBM Oplosan, Jamin Konsumen dapat Kualitas Sesuai

 

Sebelumnya Kejaksaan Agung mengungkap bahwa kerugian negara akibat praktik ini mencapai Rp 193,7 triliun hanya dalam satu tahun, yakni 2023. 

Namun, angka ini diperkirakan masih jauh lebih besar mengingat skandal ini terjadi sejak 2018 hingga 2023. 

"Kemarin yang sudah disampaikan dirilis itu Rp 193,7 triliun, itu tahun 2023. Makanya, kita sampaikan, secara logika hukum, logika awam, kalau modusnya itu sama, ya berarti kan bisa dihitung, berarti kemungkinan lebih," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, di Jakarta, Rabu (26/2/2025).

Menurut Harli, ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya kerugian negara, antara lain impor minyak mentah, impor BBM melalui broker, serta pemberian subsidi dan kompensasi.

"Misalnya apakah setiap komponen itu di 2023 juga berlangsung di 2018, 2019, 2020, dan seterusnya. Kan, ini juga harus dilakukan pengecekan," katanya.

Kami memberikan ruang untuk Anda menulis

Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.

Daftar di sini



Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x