JAKARTA, KOMPAS.TV – Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai pernyataan Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin mengenai peran Dewan Pertahanan Nasional (DPN) dalam penertiban kawasan hutan dan sektor sawit sebagai sesuatu yang keliru dan berbahaya bagi demokrasi.
Dalam siaran pers Kamis (6/2/2025), koalisi tersebut menyebut pernyataan Sjafrie bukan hanya bertentangan dengan sistem hukum nasional, tetapi juga mengindikasikan kembalinya praktik dwifungsi militer seperti era Orde Baru.
"Pernyataan ini mengindikasikan kembalinya praktik militerisme dan otoritarianisme ala Orde Baru yang terbukti mewariskan berbagai pelanggaran HAM," tulis Koalisi Masyarakat Sipil dalam siaran pers yang diterima KompasTV.
Baca Juga: RI Menang di WTO, Uni Eropa Terbukti Lakukan Diskriminasi terhadap Minyak Sawit Asal Indonesia
Menurut mereka, DPN seharusnya berfungsi sesuai dengan Pasal 15 UU Pertahanan, yakni mengurus kebijakan pertahanan negara, bukan terlibat dalam urusan sipil seperti pengelolaan hutan dan ekonomi.
Selain itu, koalisi juga menyoroti Peraturan Presiden (Perpres) No. 202 Tahun 2024 tentang DPN yang dinilai memiliki pasal karet.
Mereka menilai bahwa Pasal 3 huruf F dalam Perpres tersebut berpotensi menjadi "pasal sapu jagat", yang memungkinkan DPN mengambil peran di luar kewenangannya.
"Kami khawatir pasal ini dijadikan pasal sapu jagat sehingga dijadikan alasan untuk membenarkan pelanggaran HAM dan penyalahgunaan wewenang lainnya dalam ranah non-pertahanan," tegas koalisi.
Lebih lanjut, mereka mencontohkan beberapa kasus keterlibatan militer dalam urusan sipil yang dinilai bermasalah, seperti proyek Rempang Eco-City yang berujung pada pelanggaran HAM dan program food estate di Merauke, Papua Selatan, yang menyebabkan konflik antara aparat dan masyarakat adat.
"Kami menilai, keterlibatan militer dalam ranah sipil harus dihindari. Keterlibatan militer di ranah non-pertahanan hanya akan menghidupkan kembali militerisme dan otoritarianisme dalam politik," tegas koalisi.
Baca Juga: Presiden Prabowo Panggil Para Menteri ke Hambalang, Gelar Ratas soal Sawit
Sebagai bentuk penolakan, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak pemerintah untuk mengoreksi kebijakan DPN dan menghentikan segala bentuk keterlibatan militer dalam urusan sipil demi menjaga demokrasi dan supremasi sipil di Indonesia.
"Pada titik ini, keterlibatan DPN yang terlalu jauh mengurusi urusan sipil, sebagaimana pernyataan Menhan, sudah semestinya dikoreksi dan pelaksanaannya harus dihentikan. Hal ini penting untuk menyelamatkan Reformasi 1998," demikian pernyataan koalisi.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan ini terdiri dari berbagai organisasi, termasuk Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI Nasional, Amnesty International Indonesia, ELSAM, AJI Jakarta, dan lainnya.
Sebelumnya, dalam kesempatan rapat bersama dengan Komisi I DPR RI, pada 4 Februari lalu, Ketua Dewan Pertahanan Nasional (DPN) Sjafrie Sjamsoeddin menyebut DPN dapat mengambil peran dalam urusan penertiban kawasan hutan, khususnya pelanggaran hukum oleh pengusaha kelapa sawit.
Sjafrie mengatakan bahwa DPN akan bertugas mengobservasi seluruh permasalahan nasional di Indonesia.
Baca Juga: Mess Karyawan dan Fasilitas Perusahaan Sawit di Mesuji Dibakar Warga
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.