Severity: Notice
Message: Undefined property: stdClass::$iframe
Filename: libraries/Article_lib.php
Line Number: 241
Backtrace:
File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 241
Function: _error_handler
File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article
File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once
Pengasingan seolah telah melekat dengan seorang Ir. Soekarno. Usai menjalani hukuman sebagai interniran di Ende Flores pada tahun 1934 hingga tahun 1938, Bung Karno harus dipindahkan ke daerah lain karena kondisinya melemah akibat penyakit malaria. Maka dengan berbagai pertimbangan, Bung Karno dipindahkan ke daerah Bengkulu. Dalam masa pengasingannya di Bengkulu, Ia tak luput dari pengawasan pemerintah kolonial Belanda mulai dari akses berkelana hingga komunikasi semua dibatasi. Namun itu tak menyurutkan antusias rakyat asli Bengkulu untuk datang dan mengunjungi orang nomor satu tersebut.
Semasa pengasingannya, Bung Karno menerima upah sebagai interniran sebesar 150 gulden dan digunakannya untuk membangun sebuah masjid yang dikenal dengan masjid Jamik. Bukan hanya membangun masjid, untuk menyalurkan kegiatan seni arsitekturnya, Bung Karno juga membuatkan design rumah untuk warga setempat. Selain itu, meskipun mendapat pengawasan ketat Bung Karno berusaha aktif membentuk beberapa komunitas untuk membangkitkan semangat nasionalisme warga setempat. Salah satunya dengan cara membentuk komunitas seni sandiwara monte carlo. Dalam pengasingannya Bung Karno juga berhubungan dengan tokoh-tokoh pergerakan di Bengkulu, salah satunya adalah Hassan Din, yang merupakan ayah dari Fatimah atau Fatmawati. Dari perkenalan inilah perasaan Bung Karno kepada Fatmawati berlanjut, hingga akhirnya mereka menikah ditanggal 1 Juni 1943. Setelah kemerdekaan Ia pun berhak menyandak predikat ibu negara pertama diusianya yang ke 22 tahun. Tidak ada contoh sebelumnya bagaimana seorang ibu negara harus bersikap, tapi dirinya dengan elegan dapat menunjukkan bahwa dirinya layak dan siap.
Pada tahun 1943, menjadi masa yang penuh gejolak dan membuat Bung Karno serta Fatmawati berfikir untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kemerdekaan sendiri. Salah satunya adalah mempersiapkan bendera sang saka merah putih. Siapa sangka kondisi Fatmawati kala itu sedang hamil besar anak pertama dan harus bersusah payah menjahit bendera berukuran 2 x 3 meter. Tak hanya dikenang sebagai penjahit bendera Indonesia yang pertama, namun Fatmwati juga dikenal sebagai sosok yang memperjuangkan nama Bengkulu sebagai sebuah provinsi. Tak hanya ditengah lingkungan sebagai ibu negara, keteladanan ini juga diperlihatkan ditengah keluarga. Salah satunya seperti cerita yang dilontarkan oleh seorang Guruh Sukarno Putra, anak terakhir Sukarno dan Fatmawati. Hingga akhirnya terciptalah lagu melati suci ciptaannya yang Ia persembahkan untuk sang Ibu.
#Singkap #fatmawati #indonesia
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.