Kompas TV nasional hukum

Perludem soal Putusan MK Hapus Presidential Threshold: Kecenderungan Batasi Capres Picu Polarisasi

Kompas.tv - 2 Januari 2025, 22:26 WIB
perludem-soal-putusan-mk-hapus-presidential-threshold-kecenderungan-batasi-capres-picu-polarisasi
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo saat membacakan amar putusan Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 tentang presidential threshold, Kamis (2/1/2025). (Sumber: Bayu/Humas Mahkamah Konstitusi)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Dewan Pembina Perludem sekaligus salah satu pemohon uji materiil UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Titi Anggraeni mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas persentase pencalonan presiden atau presidential threshold.

Putusan MK tersebut membuat semua partai politik peserta pemilu dapat mencalonkan presiden, tidak hanya partai yang menguasai 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara nasional. Titi menyebut putusan ini menunjukkan peran MK sebagai pengawal demokrasi dan konstitusi.

"Itulah pentingnya punya pengadilan yang independen dan mandiri di sebuah negara demokrasi, dia akan menjadi bagian yang konkret dari pengawal demokrasi dan konstitusi," kata Titi dalam program Sapa Indonesia Malam di KompasTV, Kamis (2/1/2024).

Baca Juga: Alasan Hakim Anwar Usman dan Daniel Yusmic Tak Sepakat Soal Putusan Presidential Threshold Dihapus

Titi dan Yayasan Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (Netgrit) turut mengajukan permohonan uji materiil UU Pemilu ke MK. Namun, menurutnya, majelis hakim MK memutuskan menghapus ambang batas pencalonan presiden berdasarkan permohonan empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Keempat mahasiswa tersebut adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafel, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna. 

"Mereka mendalilkan bahwa hak pilih mereka sudah tercederai akibat kebijakan ambang batas pencalonan presiden yang merupakan open legal policy tapi dianggap telah mencederai moralitas, rasionalitas, dan memuat ketidakadilan yang intolerable," kata Titi.

Selain itu, Titi menilai MK bersikap usai terjadi kecenderungan pembatasan jumlah calon presiden oleh parpol yang berkontestasi. Menurutnya, pembatasan ini rentan menimbulkan polarisasi.

"Sekarang saatnya Mahkamah ambil peran karena ternyata tidak ada perubahan, sementara perkembangan mutarkhir ada kecenderungan dominasi pencalonan dengan membatasi jumlah calon yang berakibat hanya ada dua calon dan terjadi polarisasi dan ketidakadilan perlakuan terhadap partai non-parlemen," katanya.

Sementara itu, anggota Komisi II DPR dari Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia menyebut pihaknya siap menindaklanjuti putusan MK dengan melakukan rekayasa kontitusional.

Putusan MK tersebut memerintahkan pembuat undang-undang meregulasi lebih lanjut sesuai putusan yang menghapuskan presidential threshold. Doli menilai putusan MK menunjukkan bahwa pembuat undang-undang perlu segera merevisi UU Pemilu.

"Buat saya, hikmahnya kita tidak boleh lagi menunda-nunda soal revisi UU Pemilu dan UU Pilkada termasuk di dalamnya, termasuk kalau saya mengusulkan (revisi) UU Partai Politik," sambung Doli.

Baca Juga: [FULL] Respons DPR Soal MK Hapus Presidential Threshold, Dengarkan Aspirasi Masyarakat


 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x