JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai lambat mengusut dugaan gratifikasi dalam penggunaan jet pribadi anak dan menantu Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Kasang Pangarep dan Bobby Nasution karena bukan lagi lembaga independen dan kini dalam rumpun kekuasaan eksekutif.
Sejak Kaesang dan Bobby ketahuan menggunakan jet pribadi pada Agustus lalu, KPK diketahui mengubah cara penanganan laporan dugaan gratifikasi di tengah tekanan publik. Kondisi ini dinilai menimbulkan dilema di internal KPK.
Pada Jumat (6/9/2024), juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto menyebut pemeriksaan Kaesang dan Bobby dtunda karena ada laporan terkait penggunaan jet pribadi yang sifatnya "tidak benar."
Tessa menegaskan pihaknya tetap bekerja dengan hati-hati terkait anak dan menantu presiden tersebut.
KPK pun sebelumnya mengaku sedang menyusun surat undangan untuk Kaesang memberikan klarifikasi. Namun, usai adik Gibran Rakabuming Raka itu kembali muncul ke publik, KPK menyebut Kaesang tidak perlu terburu-buru mengklarifikasi dugaan gratifikasi.
Baca Juga: Kaesang Bungkam soal Jet Pribadi, Politikus PSI Faldo Maldini: Nanti Pasti Dijelaskan, Terbuka Kok
Alasannya, kata Tessa, laporan dugaan gratifikasi Kaesang yang semula ditangani Direktorat Gratifikasi KPK dialihkan ke Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK. Jika laporan tetap ditangani Direktorat Gratifikasi KPK, maka penerima dugaan gratifikasi harus mengklarifikasi maksimum 30 hari usai kejadian.
"Saat ini penanganan isu terkait Saudara K (Kaesang) difokuskan pada proses penelaahan yang ada di Direktorat PLPM. KPK sedang berfokus di proses telaah dan akan ada beberapa tindakan untuk melakukan klarifikasi,” kata Tessa dikutip Kompas.id.
Mengenai Bobby, Tessa menyebut wali kota Medan itu harus mengklarifikasi segera dugaan gratifikasi karena berstatus sebagai penyelenggara negara.
Adapun Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto menyebut posisi KPK yang dilematis terkait kasus Kaesang dan Bobby tidak bisa dilepaskan dari revisi UU KPK pada 2019 silam. Sejak revisi tersebut, KPK bukan lagi lembaga independen, melainkan berada di rumpun eksekutif.
"Ada semacam ewuh pakewuh (rasa sungkan) kalau kemudian mau memanggil, memeriksa keluarga Presiden Jokowi. Entah itu yang statusnya sebagai penyelenggara negara ataupun yang bukan penyelenggara negara seperti Kaesang,” kata Agus, Sabtu (7/9).
Hubungan kekeluargaan Kaesang dan Bobby dengan Presiden Jokowi menurutnya membuat KPK ragu dan hati-hati dalam mengklarifikasi dugaan gratifikasi.
Kata Agus, dengan situasi saat ini, KPK seolah dalam posisi "maju kena, mundur kena." Pasalnya, jika KPK memutuskan lanjut mengusut, mereka bisa berhadapan dengan rezim Jokowi. Namun, jika mundur, KPK menghadapi tekanan publik.
"Sekarang, ini sudah menjadi persoalan publik. Daripada maju-mundur kena, lebih baik maju saja sekalian. Toh, kemungkinan juga akan ditindaklanjuti pimpinan berikutnya karena komisioner yang sekarang tinggal beberapa bulan lagi masa jabatannya,” paparnya.
Sementara itu, peneliti di Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman menilai sikap KPK terkait kasus Kaesang dan Bobby menunjukkan adanya dinamika internal.
"Banyak pengamat berspekulasi bahwa semua itu tidak lepas dari adanya bentuk tekanan. Pasti KPK menerima bentuk tekanan. Namun, hal itu yang tahu hanya pimpinan KPK," sambung Zaenur.
Senada dengan Agus, Zaenur menilai sikap tidak tegas dari KPK ini adalah konsekuensi dari revisi UU pada 2019. Menurutnya, pimpinan KPK saat ini didominasi oleh unsur kekuasaan eksekutif.
Kendati demikian, Zaenur menyebut penanganan perkara melalui tindak lanjut pengaduan masyarakat sejatinya memberikan kepastian dari sisi hukum. Kata Zaenur, tindak lanjut tersebut berada dalam ranah pro-yustisia sehingga masyarakat diharapkan terus mengawa proses kasus Kaesang dan Bobby.
Baca Juga: KPK Setor Rp40,5 Miliar ke Kas Negara terkait Kasus Korupsi Rafael Alun
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.