JAKARTA, KOMPAS.TV - Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul mengatakan bahwa pemberhentian ratusan guru honorer di Jakarta terkait kebijakan cleansing tenaga honorer merupakan kebijakan yang tidak manusiawi.
Iman menjelaskan bahwa guru-guru honorer di Indonesia mulai merasakan adanya pengusiran secara halus sejak lama. Kejadian pertama dilaporkan di wilayah Jawa Barat.
Para guru honorer di sekolah negeri mulai ‘disingkirkan’ dengan cara dikurangi jam mengajarnya. Misalnya, dari yang mulanya 30 jam per minggu menjadi 15 jam dan terus turun.
Baca Juga: Ratusan Guru Honorer di Jakarta Dipecat Tanpa Pemberitahuan, Terdampak Kebijakan Cleansing
“Jam yang diambil ini diisi dengan guru-guru PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, red),” ucap Iman, Selasa (16/7/2024).
Hingga pada 5 Juli 2024, guru honorer di Jakarta dipanggil oleh kepala sekolah masing-masing dan diminta mengisi formulir cleansing guru honorer.
Selanjutnya, mereka diberitahu bahwa pada minggu pertama masuk sekolah adalah hari terakhir mereka mengajar.
“Ini mendadak. Itu membuat mereka tidak bisa siap-siap. Ini sangat kurang manusiawi,” kata dia.
Untuk sementara, P2G akan melakukan pendataan guru-guru yang terdampak cleansing honor. Sejauh ini, sudah ada ratusan guru honorer yang terdampak.
“Sementara kami melakukan pendataan, laporan secara manual yang masuk sudah 77. Dari data yang sudah direkap, misalnya di Jakut 172, Jaktim 60. Kami melihat kemungkinan besar angkatan sampai ratusan,” jelas dia.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Jakarta, Budi Awaludin, menjelaskan alasan di balik adanya kebijakan cleansing ini.
Budi bilang, kebijakan ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan bahwa proses rekrutmen guru honorer di sekolah negeri di Jakarta tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 63 Tahun 2022.
Baca Juga: 14 Tahun Jadi Honorer, Guru Banyumas Berjuang untuk PPPK
Beleid tersebut mengatur tentang syarat guru yang dapat diberikan honor, yakni bukan ASN, tercatat dalam Dapodik, memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), dan belum mendapat tunjangan profesi guru.
Sejak tahun 2016, jumlah honorer yang tercatat Dinas Pendidikan Jakarta mencapai 4.000 orang.
Berdasarkan Persesjen Kemdikbud No. 1 Tahun 2018 (pasal 5), persyaratan NUPTK untuk guru honor adalah diangkat oleh kepala dinas.
Sementara, rekrutmen guru honor selama ini diangkat oleh kepala sekolah atas alasan kebutuhan pendidikan tanpa melalui proses rekomendasi berjenjang ke tingkat dinas.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.