JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet menjelaskan alasan dirinya tak memenuhi pemanggilan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI pada Kamis (20/6/2024).
Ia mengaku baru menerima undangan MKD pada Rabu (19/6/2024), sementara dirinya sudah punya agenda lain yang telah dijadwalkan sebelumnya.
Tata Beracara MKD pada pasal 23 ayat 1 menyebutkan MKD menyampaikan surat panggilan sidang kepada teradu, baik dalam perkara pengaduan maupun perkara tanpa pengaduan, dengan tembusan kepada pimpinan fraksi teradu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang MKD.
Seperti diketahui, undangan klarifikasi kepada Bamsoet oleh MKD DPR terkait pengaduan Muhammad Azhari atas pernyataan Bamsoet di media daring yang dianggap menyatakan bahwa seluruh partai politik (parpol) telah sepakat untuk melakukan amendemen UUD 1945, yang dinilai bertolak belakang dengan fakta dan bukti-bukti di lapangan.
Baca Juga: Respons Bamsoet Usai Dilaporkan ke MKD karena Pernyataannya soal Amendemen UUD 1945
"Undangan baru saya terima kemarin sore tertanggal 19 Juni 2024 usai acara Sosialisasi Empat Pilar di MPR. Sementara saya sudah terikat dengan agenda yang sudah dijadwalkan jauh hari sebelumnya," kata Bamsoet kepada wartawan, Jumat (21/6/2024).
Dia mengatakan meskipun dirinya tidak hadir, Kesekjenan MPR RI sudah menyampaikan pemberitahuan ketidakhadiran dilengkapi dengan flashdisk dan transkrip dari ucapan atau pernyataan utuh yang menjadi materi klarifikasi berikut pandangan hukum dari Biro Hukum Kesekjenan MPR RI.
"Sebagai bentuk klarifikasi atas aduan yang disampaikan kepada MKD DPR RI, saya telah kirimkan rekaman video beserta transkrip narasi liputan dari salah satu media TV nasional dalam konferensi pers tanggal 5 Juni 2024 yang dijadikan dasar materi aduan," katanya.
"Sekaligus untuk meluruskan bahwa aduan yang disampaikan kepada MKD DPR RI tersebut tidak tepat. Bahkan patut diduga pelapor tersebut telah menyebarkan berita bohong atau hoax yang selain bertentangan dengan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, juga cenderung menyerang kehormatan Pimpinan MPR," imbuh Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu menambahkan, dirinya tidak pernah menyatakan seluruh parpol setuju untuk melakukan amendemen penyempurnaan UUD RI 1945.
"Akan tetapi diawali dengan kata kalau atau jika, sehingga pernyataan tersebut tidak mengandung makna pretensi dalam rangka melangkahi partai politik yang ada. Sebagaimana terdokumentasi dalam liputan media televisi."
"Jadi, keliru kalau saya dikatakan tidak menghormati undangan teman-teman di MKD. Justru saya senang karena saya bisa meluruskan tuduhan yang yang tidak benar ditempat yang tepat," katanya.
Selain itu, kata dia, pernyataan dirinya terkait amendemen UUD NRI 1945 disampaikan dalam kapasitas sebagai Ketua MPR yang kedudukannya tidak menjabat sebagai anggota DPR.
"Karenanya, pemanggilan oleh MKD harus dilihat dalam kerangka hubungan kelembagaan antara DPR dan MPR. Sehingga akan lebih tepat jika pemanggilan tersebut dilaksanakan melalui surat pengantar dari pimpinan DPR sebagai representasi institusional. Namun demikian, saya akan datang memenuhi undangan klarifikasi berikutnya dari MKD DPR," ujarnya,
Sementara Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menilai seharusnya MKD DPR tidak reaktif memanggil, meminta klarifikasi ataupun memeriksa Bamsoet.
"Karena merupakan tugas dan kewenangan Ketua dan pimpinan MPR sebagai juru bicara lembaga MPR memberikan perspektif kebangsaan dan kenegaraan kepada publik. Termasuk perspektif tentang amendemen UUD. Sepanjang tidak menyalahi prinsip dasar dan haluan bernegara, misanya merubah Pancasila," kata Masinton.
Dia menyebut lembaga MPR terdiri dari unsur anggota DPR dan anggota DPD, sehingga MKD DPR tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa pimpinan maupun anggota MPR dalam melaksanakan tugas dan fungsinya mewakili lembaga MPR.
Baca Juga: Pelat Mobil DPR RI Banyak Dipalsukan, Ketua MKD Datangi Polda Jatim
Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3) pasal 81, kewenangan MKD dibatasi hanya menyangkut kewajiban pelaksanaan tugas sebagai anggota DPR.
"Akan berbahaya bagi masa depan demokrasi kita jika sikap dan pernyataan pimpinan dan anggota MPR RI menyangkut perspektif ketatanegaraan dipermasalahkan," kata Masinton.
"Ini akan mengarah kepada pemberangusan demokrasi yang justru disayangkan datang dari dalam institusi demokrasi seperti DPR RI melalui alat kelengkapan DPR yang bernama MKD."
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.