Kompas TV nasional hukum

3 Mantan Hakim Konstitusi Sebut Revisi UU MK Berpotensi Ganggu Independensi Hakim

Kompas.tv - 16 Mei 2024, 20:55 WIB
3-mantan-hakim-konstitusi-sebut-revisi-uu-mk-berpotensi-ganggu-independensi-hakim
Suasana sidang lanjutan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (1/4/2024). (Sumber: Tribunnews/Irwan Rismawan)
Penulis : Johannes Mangihot | Editor : Deni Muliya

JAKARTA, KOMPAS.TV - Revisi keempat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) tidak mendapat respons positif dari para mantan hakim konstitusi.

Selain pembahasannya yang dinilai kontroversi lantaran dilakukan dalam rapat tertutup saat masa reses DPR RI, para mantan hakim konstitusi menilai revisi UU MK berpotensi mengganggu independensi hakim.

Mantan Ketua MK, Mahfud MD secara tegas menolak adanya revisi UU MK, khususnya yang terkait dengan aturan peralihan. 

Menurutnya aturan peralihan tersebut berpotensi mengganggu independensi hakim.

"Ini mengganggu independensi. Kenapa? Orang ini secara halus ditakut-takuti. Jadi, independensinya sudah mulai disandera," ujar Mahfud dalam keterangan video, Rabu (15/5/2024).

Baca Juga: DPR "Diam-Diam" Bahas Revisi UU MK, Sufmi Dasco: Sudah Dapat Izin Pimpinan

Mahfud menjelaskan, upaya mengubah UU MK sudah ada sejak 2020. Saat dirinya menjabat Menkopolhukam periode 2019-2023 revisi UU MK sudah disepakati.

Saat itu, lanjut Mahfud, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan upaya mengubah UU MK sudah disepakati sebelum dirinya menjadi Menkopolhukam. 

Padahal, Mahfud menekankan usulan revisi UU MK itu tidak pernah ada di Program Legislasi Nasional Prioritas (Prolegnas).

Mahfud menilai revisi terhadap UU MK tidak benar karena ada tendensi untuk memberhentikan hakim-hakim tertentu di tengah jalan.

Namun upaya-upaya itu masih belum berhenti karena pada 2022 lalu secara tiba-tiba muncul lagi usulan untuk perubahan terhadap UU MK.

Baca Juga: Dewan Pers Tolak Draf Revisi UU Penyiaran, Ini Alasannya

"Saya waktu itu minta agar tidak diteruskan, bahwa sekarang sesudah saya tidak Menkopolhukam itu diteruskan (revisi UU MK) dan disetujui ya tidak apa-apa juga, secara kenegaraan itu sah," ujar Ketua MK periode 2008-2013 itu. 

Soal revisi UU MK berpotensi mengganggu independensi hakim juga menjadi sorotan mantan Ketua MK, Hamdan Zoelva. 

Hamdan menilai revisi UU MK membuat hakim konstitusi bergantung kepada lembaga pengusulnya. 

Sebab dalam draf RUU MK, ada usulan hakim konstitusi meminta restu kembali kepada lembaga yang mengusulkannya, setelah menjabat selama 5 tahun.

Adapun sembilan hakim MK diusulkan oleh Presiden, Mahkamah Agung dan DPR. 

Menurutnya, usulan tersebut menunjukkan posisi hakim konstitusi menjadi sangat tergantung kepada lembaga pengusul, terutama untuk masa jabatan melanjutkan periode lima tahun selanjutnya. 

Baca Juga: Baleg Akan Kirim Draf Revisi UU Kementerian ke Pimpinan DPR agar Segera Diparipurnakan

Padahal salah satu fondasi pokok dari negara hukum adalah independensi dari lembaga peradilan.

"Itu adalah bentuk yang secara langsung dan akan sangat mengganggu independensi dari hakim konstitusi, ada pengaturan masa jabatan 10 tahun," ujar Ketua MK Periode 2013-2015 itu dalam diskusi publik secara virtual, Kamis (16/5/2024). Dikutip dari Kompas.com.

Senada dengan Hamdan, mantan hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menilai revisi UU MK sebagai bentuk ancaman terhadap kemerdekaan dan kekuasaan hakim.

Palguna menilai, aturan terkait harus mendapatkan restu dari lembaga yang mengusulkan agar bisa menjabat lima tahun berikutnya, seolah mengancam hakim MK agar patuh kepada lembaga yang mengusulkannya.

Adapun aturan tersebut tertuang dalam Pasal 23A Ayat 2 draf revisi UU MK.

Pasal tersebut menjelaskan, setelah hakim menjabat lima tahun harus mendapatkan restu dari lembaga yang mengusulkannya agar bisa menjabat lima tahun berikutnya.

Baca Juga: MKMK Diminta Pecat Anwar Usman karena Pakai Pengacara KPU untuk Melawan MK di PTUN

Menurutnya aturan tersebut bisa menjadi pegangan bagi para pengusul untuk mengganti hakim MK sebelumya lantaran tidak sejalan dengan kebijakan atau keinginan pengusul. 

"Karena 'eh kalau Anda ndak baik-baik di lima tahun berkuasa menjadi hakim konstitusi itu walaupun ayat 1 mengatakan masa jabatan 10 tahun, kami punya kewenangan loh untuk meng-out kan Anda, kami mempunyai kewenangan untuk mengganti Anda dengan hakim yang baru'. Kan seolah-olah mau menyampaikan begitu," ujar Palguna. 

"Menurut saya ini ancaman, ancaman terhadap kemerdekaan kekuasaan kehakiman," sambung Palguna.  


 


 



Sumber : Kompas TV/Kompas.com



BERITA LAINNYA



Close Ads x