JAKARTA, KOMPAS.TV - Permasalahan rekapitulasi di tingkat kecamatan dan kabupaten/kota serta pemungutan suara ulang menjadi faktor yang membuat rekapitulasi suara di provinsi dan nasional menjadi terhambat.
Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menjelaskan dua permasalahan tersebut membuat rekapitulasi di tingkat nasional terkendala.
Ia menilai banyak perhitungan suara di tingkat kecamatan tidak terselesaikan dengan baik, sehingga membuat gejolak yang ada berlanjut ke tingkat kabupaten/kota dan provinsi.
Meski permasalahan seperti dugaan pengelembungan suara, masalah administrasi pemilu yang ditangani Bawaslu daerah sudah selesai.
Namun gejolak atas ketidakpuasan hasil terus ada hingga tingkat provinsi bahkan hingga tingkat rekapitulasi nasional di KPU RI.
Baca Juga: KPU RI Batal Laksanakan Rekapitulasi Suara Pemilu Provinsi Papua dan Papua Pegunungan Hari Ini
"Oke hasilnya sudah ditetapkan tetapi riak-riak itu masih ada, belum sepenuhnya tuntas. Memang tidak sampai ke tingkat nasional, karena selesai di kabupaten/kota dan provinsi. Jadi ini bergantung penuh di tingkat daerah dan daerah harus menyelesaikan riak-riak itu," ujar Titi dalam dialog permasalahan rekapitulasi suara, Laporan Khusus KOMPAS TV, Selasa (19/3/2024) malam.
Titi menambahkan persoalan gejolak dan riak-riak di tingkat bawah merupakan persoalan besar yang terjadi di Pemilu 2024. Antara KPU dan Bawaslu pun terjadi gesekan sehingga gelombang keberatan terus muncul.
Sebagai contoh permasalahan di Provinsi Maluku. Titi menjelaskan di Maluku ada ketidakpuasan terhadap penyelesaian proses permasalahan pemilu di tingkat provinsi yang melibatkan penyelenggara negara.
Belum lagi masalah C hasil dan D hasil valid yang tidak dimiliki semua partai. Hal ini membuat permasalaah perhitungan suara di tingkat kecamatan dan kabupaten/kota harus dikaji ulang.
Bahkan dalam prosesnya ada saja partai yang baru mendapatkan salinan C hasil dan D hasil di tingkat provinsi.
Baca Juga: Momen Ricuh Saat Rapat Terbuka Rekapitulasi Penghitungan Suara KPU Medan
Seharusnya permasalahan perhitungan selesai di tingkat kabupaten/kota, namun harus dibawa ke tingkat provinsi.
"Bukti otentik sebagai basis keberatan, tidak semua partai punya. Ketika baru mendapatkan di tingkat lebih tinggi sehingga mengulang lagi di tingakat bawah. Ini yang membuat jadi lama," ujar Titi.
Selain itu pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur, Malaysia juga menjadi pemicu rekapitulasi suara tingkat nasional harus berjalan lambat.
Titi menilai permasalahan di Kuala Lumpur baru yang baru terjadi di Pemilu 2024 ini membuat KPU RI harus mendata ulang daftar pemilih tetap di Kuala Lumpur.
"Itu luar biasa menurut saya, itu baru terjadi sekarang di 2024," ujar Titi.
Di kesempatan yang sama mantan Komisioner KPU Ilham Saputra menilai gejolak ketidakpuasan hasil Pemilu di tingkat kecamatan hingga provinsi sejatinya bisa selesai jika ada ketegasan dari KPU RI bahwa permasalahan di kabupaten/kota dan provinsi tidak dibahas lagi di tingkat nasional.
Baca Juga: Caleg DPD Aceh Mengamuk Rekapitulasi Tak Sesuai, Berujung Temuan Penggelumbungan Suara Calon Lain
Kecuali hasil di kabupaten/kota dan provinsi berpengaruh terhadap DPD RI, DPR RI dan Pilpres.
Dalam pengalamannya hal itu pernah terjadi saat KPU RI rekapitulasi daerah Klaten, Jawa Tengah. Kala itu Bawaslu RI memerintahkan untuk menghitung ulang kembali.
"Sambil proses rekapitulasi berjalan, kita menunggu perhitungan selesai dan baru kita tetapkan hasilnya setelah peritungan selesai," ujar Ilham
"Memang kekecewaan yang disampaikan hingga di tingkat rekapitulasi nasional itu kendala yang buat rekapitulasi nasional terhambat," sambung Ilham.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.