JAKARTA, KOMPAS.TV - Banyak caleg yang tidak melakukan politik uang disebut gagal melenggang ke Senayan dalam Pemilu 2024. Sejumlah anggota dewan pun sepakat dengan pernyataan Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto bahwa demokrasi Indonesia "berantakan dan mahal".
Anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus menyebut banyak petahana Komisi II yang tumbang dalam pemilihan legislatif 2024. Menurutnya, alasannya karena mereka tidak melakukan politik uang.
Dari 48 petahana di Komisi II DPR, berdasarkan hasil sementara, tercatat hanya 16 orang yang terpilih kembali. Komisi II DPR sendiri memiliki tugas antara lain terkait masalah pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah, aparatur negara dan reformasi birokrasi, dan pertanahan dan reforma agraria, termasuk soal kepemiluan.
Guspardi menyebut banyak caleg yang berpraktik politik uang di Pemilu 2024. Gelontoran dana tersebut menurutnya dapat menyingkirkan caleg yang lebih "berprestasi".
"Apa yang diatur dan disetujui undang-undang itu yang kamu lakukan. Ternyata, sekarang ini praktiknya ugal-ugalan karena banyak calon anggota legislatif menggelontorkan politik uang,” kata Guspardi pada Rabu (6/3/2024).
Baca Juga: Tanggapi Pernyataan Prabowo soal Demokrasi Mahal dan Melelahkan, Peneliti BRIN: Ngeri-ngeri Sedap
Kata Guspardi, dari lima petahana pimpinan Komisi II, hanya dua yang bertahan. Politikus PAN itu mengaku merasa prestasinya selama menjabat sebagai anggota DPR cukup baik, tetapi kalah dengan uang.
"Selama menjadi anggota DPR periode 2019-2024, saya pun sudah membuat tujuh buku. Rekam jejak saya juga pernah menjadi pengurus Kamar Dagang dan Industri (Kadin), aktivis, dosen, pegawai negeri, lalu berkiprah di DPRD provinsi selama tiga periode. Sekarang, kalah dengan kepentingan sesaat duit, duit, dan duit saja,” kata Guspardi dikutip Kompas.id.
Guspardi sendiri sepakat bahwa situasi demokrasi Indonesia "berantakan" dan penyelenggara pemilu kurang optimal sebagai wasit. Ia merujuk ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinyatakan melanggar etik beberapa kali tetapi tidak diberhentikan.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera sepakat bahwa demokrasi di Indonesia mahal. Hal tersebut disampaikan Mardani berdasarkan pengalamannya berkontestasi di Jakarta Timur.
Mardani menyampaikan bahwa tidak semua caleg mempraktikan politik uang. Menurutnya, masih ada caleg yang telah memiliki popularitas dan bisa melenggang ke Senayan dengan cara yang cerdas dan murah.
"Saya bersyukur di dapil Jakarta Timur secara umum pemilih bisa disentuh dengan media, televisi, dan sosial media. Saya juga mendatangi kantong-kantong tokoh," kata Mardani.
Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati mengakui bahwa banyak laporan politik uang yang masuk ke lembaganya. Namun, Neni menilai dugaan politik uang memerlukan proses hukum dan pembuktian yang panjang hingga bisa membuahkan putusan pengadilan yang inkrah.
Neni pun menyebut selama ini laporan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) kerap tak diindahkan. Terkini, DEEP menerima laporan terkait dugaan penggelembungan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di salah satu kota/kabupaten di Jawa Barat. Neni meminta dugaan itu dilaporkan ke Bawaslu, tetapi merasa pesimistis dengan tindak lanjut kasus.
Lebih lanjut, Neni menyampaikan bahwa pola transaksional tidak hanya terjadi dari peserta pemilu dengan pemilih, tetapi juga kepada penyelenggara pemilu. Ia pun menyebut Pemilu 2024 seperti pasar bebas.
"Persaingannya memang sangat ketat,” kata Neni.
Baca Juga: Seloroh Golden Rule Prabowo: Aturan Pertama Bos Selalu Benar., Jika Salah Kembali ke Aturan Pertama
Sumber : Kompas TV/Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.