Dalam pergulatan politik, Wiranto disebut tidak begitu berpengaruh, sementara Prabowo punya pengaruh cukup kuat karena jabatan-jabatan strategis berada di tangan kawan-kawan Prabowo seperti KSAD, Danjen Kopassus, Pangdam Jaya, Dankorps Marinir dan lain-lain. "Demikian kuatnya cengkeraman Prabowo di ABRI ketika itu, sampai-sampai ia dituduh akan melakukan kudeta terhadap Soeharto."
Dalam kasus penculikan yang terjadi jelang 1998, Wiranto disebut tersentak mendengarnya. Wiranto pun memanggil Prabowo yang kala itu sebagai Pangkostrad untuk mencari tahu kebenarannya. Prabowo membenarkan bahwa penculikan memang terjadi dan Kopassus terlibat. Hanya saja operasi intelijen itu tidak dilaporkan agar tak merepotkan institusi.
Wiranto kemudian memerintahkan sembilan orang yang diculik dibebaskan, serta memproses yang bersalah lewat Mahkamah Militer.
Dewan Kehormatan Perwira pun dibentuk dipimpin oleh KSAD Jenderal Soebagyo dan beberapa anggota termasuk Susilo Bambang Yudhoyono dan Fachrul Razi. Dewan Kehormatan Perwira pun memberhentikan Prabowo.
Namun di sisi lain, posisi Wiranto di atas angin. "Ia berhasil menampilkan diri sebagai figur yang demokrat dan seolah-olah berpegang pada hukum." Sementara Prabowo disebut tidak pernah diberitahu soal keputusan DKP dan tidak pernah dipanggil. Tapi Prabowo menegaskan bahwa penculikan itu atas perintah atasan-atasannya di tubuh TNI.
Dalam buku ini, Fadli Zon menegaskan bahwa dalam kasus penculikan, Wiranto sangat bersemangat menyelidiki siapa pelakunya. "Wiranto ingin merebut simpatik publik dengan mengajukan sejumlah oknum Kopassus dan dijatuhi hukuman," tulis Fadli. "Sementara dalam penanganan Trisakti dan huru hara Mei 1998, Wiranto tidak tegas dan cenderung buying time."
Dalam penutup subbab, Fadli menegaskan bahwa rivalitas kedua sosok militer ini mewarnai politik internal ABRI hingga puncaknya kerusuhan Mei 1998. "Ketika itu orang bertanya siapa yang diuntungkan dan siapa yang dikorbankan?"
Baca Juga: Fadli Zon Sebut Pemberian Jenderal Kehormatan untuk Prabowo sesuai Undang-Undang
Rivalitas itu memang terus berlanjut hingga ke Pilpres. Namun setelah Jokowi jadi presiden kedua tokoh militer ini dirangkul dan mendapatkan posisi terhormat. Wiranto pernah jadi Menkopolhukam dan Dewan Pertimbangan Presiden, sementara Prabowo menjadi Menteri Pertahanan.
Bahkan, Jokowi menjadi sosok yang ikut mendukung Prabowo yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka melenggang ke Pilpres 2024.
Di Pilpres kali ini pula, Wiranto secara terus terang mendukung Prabowo. "Sekarang adik saya, sahabat saya, kolega saya, silakan maju," ujar Wiranto saat berkunjung ke kediaman Prabowo di Hambalang, Jawa Barat, Senin (1/5/2023).
Rivalitas yang pernah mencuat gara-gara kasus penculikan itu pun sirna seketika. Bahkan mereka kini sama-sama berpangkat jenderal.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.